Bahlil Ungkap Pasokan Emas Antam Terdampak Longsor Tambang Freeport

JAKARTA – Insiden longsor di tambang bawah tanah Freeport, tepatnya di area Grasberg Block Cave (GBC), telah menimbulkan kekhawatiran serius terhadap stabilitas pasokan emas nasional. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, secara tegas menyatakan bahwa peristiwa ini berpotensi besar memengaruhi ketersediaan emas bagi PT Aneka Tambang Tbk (Antam), sebagai salah satu produsen dan distributor utama di Indonesia.

Menurut Bahlil, pemerintah saat ini tengah melakukan evaluasi menyeluruh pasca-insiden tersebut. Produksi konsentrat di Freeport yang belum optimal akibat longsor GBC, secara langsung menyebabkan defisit pasokan yang tidak terhindarkan. Pernyataan ini disampaikan Bahlil setelah agenda penandatanganan nota kesepahaman di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, pada Selasa (14/10/2025), menggarisbawahi urgensi situasi tersebut.

Ketergantungan Antam terhadap pasokan emas dari Freeport semakin nyata. Saat ini, Antam telah menjalin kerja sama untuk pembelian 30 ton emas dari PT Freeport Indonesia demi memenuhi tingginya permintaan pasar domestik. Hal ini krusial mengingat kapasitas tambang emas Antam di Pongkor, Jawa Barat, yang hanya mampu menghasilkan sekitar 1 ton emas per tahun. Kontras dengan produksi internal yang terbatas, realisasi penjualan emas Antam pada tahun 2024 mencapai 43 ton, dengan target ambisius sebesar 45 ton untuk tahun ini, memperlebar jurang antara suplai dan kebutuhan.

Dampak longsor tambang bawah tanah Freeport di GBC tidak hanya pada penambangan, tetapi juga pada proses vital pemurnian. Akibat insiden ini, smelter Freeport kini tidak mendapatkan pasokan konsentrat yang memadai, padahal tahapan pemurnian konsentrat merupakan kunci dalam produksi emas. Bahlil menjelaskan bahwa fasilitas pemurnian emas utama Indonesia memang berada di Freeport. “Jika 3 juta konsentrat tembaga diolah oleh smelter, itu bisa menghasilkan 50 hingga 60 ton emas,” terangnya, menunjukkan skala produksi yang terancam.

Menyadari urgensi situasi, Kementerian ESDM bergerak cepat. Bahlil menegaskan bahwa pihaknya, bersama Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Tri Winarno, akan segera membahas strategi komprehensif. Tujuan utamanya adalah menemukan langkah-langkah konkret untuk mengoptimalkan pasokan emas bagi Antam, memastikan kebutuhan industri dan masyarakat tetap terpenuhi.

Isu pasokan emas ini bukanlah hal baru bagi Antam. Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR di Jakarta pada Senin (29/9), Direktur Utama Antam, Achmad Ardianto, telah menyoroti ketimpangan signifikan antara produksi domestik dan permintaan pasar. Ketidakseimbangan ini memaksa Antam untuk mengimpor sekitar 30 ton emas dari Singapura dan Australia, menunjukkan rapuhnya ketersediaan emas dari sumber dalam negeri.

Melihat kondisi ini, Ardianto mengusulkan agar pemerintah segera menetapkan regulasi yang mewajibkan seluruh perusahaan penambang emas di Indonesia untuk menjual hasil produksinya kepada Antam. Ia menjelaskan bahwa saat ini, sebagian besar produksi emas dialirkan ke perusahaan perhiasan atau langsung diekspor, lantaran regulasi yang ada belum secara efektif mendorong penjualan emas di pasar domestik. Regulasi semacam ini diharapkan dapat memperkuat posisi Antam sebagai agregator utama emas nasional dan menjamin ketersediaan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri.