Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin
Ussindonesia.co.id SOLO – Kementerian Keuangan akan menarik dana yang tak terserap jika program Makan Bergizi Gratis (MBG) tak dijalankan sesuai target hingga akhir tahun ini.
Hal ini akan memicu sejumlah pihak mengebut pengoperasian program ini.
Namun, Wakil Ketua Komisi 2 DPR RI Aria Bima menekankan jangan sampai hal ini justru membuat pengoperasian SPPG asal-asalan dan terburu-buru.
Menurutnya, tak masalah jika dana yang tidak terserap ditarik.
“Dari pada terburu-buru asal-asalan saya kira kalau terpaksa belum terserap juga tidak ada masalah diambil Menteri Keuangan,” jelas Aria Bima, saat ditemui di SPPG Laweyan Kota Barat, Solo, Jumat (17/10/2025).
Ia berpendapat membangun Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dengan berbagai standarisasinya bukan perkara mudah. Apalagi menjamin keamanan pangan 3.000 porsi tiap harinya.
“Sebagai program yang baru kalau memang itu belum terserap karena infrastruktur membuat dapur saya juga mblenger. Ini nggak cukup kalau saya menyiapkan yang di bawah misalnya 2 bulan dengan bangunan fisik yang standar pun nggak cukup,” tuturnya.
Meski di tahun pertama tak sesuai target, ia pun optimis tahun depan penyerapan bisa maksimal.
Sejumlah wilayah telah menyiapkan langkah untuk mempercepat pembangunan SPPG termasuk di Solo.
‘Tapi untuk ke depannya saya yakin 325 triliun lebih akan terserap. Karena infrastruktur termasuk di Solo semua sudah menyiapkan,” terangnya.
Setidaknya saat ini sudah ada 18 SPPG yang sedang dalam proses persiapan.
Sedangkan 17 SPPG saat ini sudah beroperasi.
“Ada 18 yang disiapkan. 18 ini tentunya tidak bisa langsung untuk menyerap target Desember ini belum,” tuturnya.
Meski belum beroperasi, menurutnya SPPG yang sudah mengantongi ijin operasi tetap akan bisa berjalan dengan anggaran yang disediakan.
“Itu bukan ancaman. Tapi bagaimana realokasi kalau memang jumlah dapur kan kelihatan. Antisipasi berapa yang akan terserap 70 triliun kelihatan. Kalau belum dialihkan silva untuk tahun depan,” terangnya.
Sedangkan mengenai kasus keracunan yang marak terjadi, menurutnya hal ini bisa diatasi dengan berkolaborasi bersama pemerintah daerah.
Melakukan percepatan bukan berarti mengabaikan aspek keamanan pangan.
“Itu menjadi bahan corrective action. Bukan hanya Badan Gizi Nasional. Tapi bagaimana ASN dan pemerintah daerah untuk ikut terlibat di dalam pelaksanaan program sangat penting. Bagaimana menyangkut higienis ada Dinkes, DLH betul-betul ikut mengawasi. Katakanlah itu kecelakaan yang harus dibenahi untuk berikutnya jangan sampai terjadi,” tuturnya.
Menurutnya saat ini belum ada urgensi untuk membangun posko untuk mengatasi keracunan massal di sejumlah daerah.
Langkah yang saat ini perlu dilakukan adalah memaksimalkan peran pemerintah daerah.
“Libatkan dulu maksimal pemerintah daerah dulu (soal posko). Kalau nanti mungkin sudah memaksimalkan ASN belum cukup posko kita buat,” terangnya.
(*)