JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali tertekan pada penutupan perdagangan akhir pekan ini. Para pengamat pasar menilai, ekspektasi kuat akan pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) menjadi salah satu pemicu utama yang menekan pergerakan mata uang Garuda.
Mengutip data dari Bloomberg, rupiah tercatat melemah 9 poin atau 0,05 persen, berakhir di level Rp16.590 per dolar AS pada Jumat (17/10/2025). Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan posisi sebelumnya yang berada di level Rp16.581 per dolar AS.
Menurut Pengamat Mata Uang dan Komoditas, Ibrahim Assuaibi, para pelaku pasar kini mengantisipasi kemungkinan besar pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada bulan Oktober. Prediksi ini didasari oleh terus menurunnya data inflasi dan melambatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat, yang mendorong bank sentral untuk melonggarkan kebijakan moneternya.
Ibrahim lebih lanjut menjelaskan bahwa pada awal pekan, Ketua The Fed, Jerome Powell, telah mengadopsi nada yang lebih dovish. Powell mengisyaratkan adanya risiko pelemahan di pasar tenaga kerja dan menegaskan bahwa bank sentral akan tetap bergantung pada data serta melanjutkan kebijakan “pertemuan demi pertemuan”. Pernyataan ini memperkuat sinyal bahwa dukungan untuk pelonggaran moneter semakin menguat di internal The Fed.
Dukungan terhadap pemangkasan suku bunga juga datang dari beberapa pejabat The Fed. Gubernur Christopher Waller, pada Kamis (16/10/2025), secara terbuka mendukung pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada bulan Oktober, dengan alasan tanda-tanda pelemahan yang berkelanjutan di pasar tenaga kerja. Senada, Gubernur The Fed yang baru diangkat, Stephen Miran, bahkan telah menyuarakan dukungan untuk jalur pelonggaran yang lebih agresif.
Selain sentimen dari The Fed, investor juga dihadapkan pada memburuknya ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok. Ibrahim menyoroti rencana Donald Trump untuk memberlakukan tarif tambahan sebesar 100 persen pada semua impor dari Tiongkok mulai bulan depan. Langkah ini merupakan respons atas pembatasan Beijing terhadap pengiriman logam tanah jarang, yang berpotensi menambah tekanan pada dinamika ekonomi global.
Dalam perkembangan lain, Trump juga mengumumkan kesepakatan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk segera bertemu di Budapest, guna membahas konflik di Ukraina. Pertemuan yang belum ditentukan tanggalnya ini akan menjadi yang kedua antara kedua kepala negara sejak pertemuan puncak di Alaska pada Agustus lalu, terjadi sehari sebelum Trump dijadwalkan berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Geopolitik global yang bergejolak seperti ini kerap memengaruhi sentimen pasar.
Faktor lain yang turut membebani kepercayaan pasar adalah penutupan pemerintahan AS yang kini telah memasuki minggu ketiga. Kondisi ini tidak hanya mengganggu rilis data ekonomi vital, tetapi juga meningkatkan kekhawatiran akan prospek pertumbuhan ekonomi jangka pendek, memperburuk ketidakpastian di kalangan investor.
Sentimen Internal
Dari dalam negeri, pelemahan rupiah juga turut dipengaruhi oleh rilis data terbaru mengenai pertumbuhan investasi di Indonesia. Pada Jumat, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melaporkan realisasi investasi di Indonesia pada kuartal III 2025 mencapai Rp491,4 triliun. Secara kumulatif, realisasi investasi dari Januari hingga September 2025 tercatat sebesar Rp1.434,3 triliun, atau 75,3 persen dari target tahunan sebesar Rp1.905,6 triliun. Angka realisasi pada periode Juli hingga September 2025 ini menunjukkan pertumbuhan signifikan sebesar 13,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy).
Distribusi investasi juga menunjukkan pola menarik, dengan kontribusi dari luar Jawa lebih tinggi, yaitu 54,1 persen, dibandingkan di Jawa sebesar 45,9 persen. Seiring dengan peningkatan investasi pada kuartal III 2025 tersebut, terjadi pula peningkatan penyerapan tenaga kerja yang signifikan, mencapai 696.478 orang. Angka ini naik dibandingkan kuartal II 2025 (665.764 orang) dan kuartal I 2025 (594.104 orang), menunjukkan dampak positif investasi terhadap penciptaan lapangan kerja.
Dari total realisasi tersebut, Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat sebesar Rp212 triliun atau 43,1 persen, sedangkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp279,4 triliun atau 56,9 persen. Berdasarkan negara asal, investasi dari Singapura masih menempati peringkat pertama dengan nilai 3,8 miliar dolar AS, diikuti Hong Kong (2,7 miliar dolar AS), Tiongkok (1,9 miliar dolar AS), Malaysia (1 miliar dolar AS), dan Amerika Serikat (800 juta dolar AS).
Berdasarkan analisisnya terhadap berbagai sentimen, baik dari ranah global maupun domestik, Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah berpotensi kembali melanjutkan pelemahan pada perdagangan berikutnya, yaitu Senin (20/10/2025). “Untuk perdagangan Senin depan, mata uang rupiah diperkirakan akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah, bergerak di rentang Rp16.580–Rp16.630 per dolar AS,” tutup Ibrahim.