Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyoroti aset program pensiun di Indonesia yang baru mencapai 6,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Menurut Direktur Pengembangan Dana Pensiun, Asuransi, dan Aktuaria Kemenkeu, Ihda Muktiyanto, total aset program pensiun tersebut, baik yang bersifat wajib maupun sukarela, telah mencapai Rp 1.509,99 triliun atau sekitar 6,8 persen dari PDB pada 2024.
Ihda menuturkan, nilai tersebut merupakan kemajuan dibandingkan kondisi 2019. Namun, masih terdapat ruang yang cukup besar untuk meningkatkan skala dan kedalaman sistem pensiun nasional agar sejajar dengan negara lain.
“Tapi masih cukup banyak ruang untuk kita bisa meningkatkan dan mengejar ketinggalan dengan negara-negara lain,” kata Ihda dalam acara Indonesia Pension Fund Summit 2025 di Tangerang Selatan, Kamis (23/10).
Ia membandingkan Indonesia dengan beberapa negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Dalam paparannya, Kanada memiliki total aset program pensiun mencapai 205,3 persen dari PDB, sementara Malaysia lebih dari 90 persen dari PDB pada tahun yang sama.
“Malaysia misalnya bahkan sudah mencapai di atas 90 persen dari GDP. Artinya, kita mempunyai tantangan yang cukup besar untuk bisa meningkatkan skala dan kedalaman sistem pensiun kita,” ujar Ihda.
Oleh karena itu, Ihda menilai Indonesia perlu memperkuat peran sistem pensiun, tidak hanya dalam menjaga kesejahteraan masyarakat, tetapi juga sebagai motor pembangunan jangka panjang di Indonesia.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat program pensiun sukarela memiliki aset sebesar Rp 395,35 triliun (tumbuh 4,47 persen yoy) per Agustus 2025.
Sementara itu, program pensiun wajib mencapai Rp 1.216,11 triliun dengan pertumbuhan lebih kuat 9,86 persen yoy. Untuk sektor penjaminan, aset perusahaan penjaminan naik 1,94 persen yoy menjadi Rp 48,83 triliun per Agustus 2025.