Jakarta, IDN Times – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuan sebesar 4,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur pada 18–19 November 2025.
Adapun sejak September 2024 hingga saat ini, BI telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak enam kali, dengan total penurunan mencapai 150 basis poin.
1 . BI perlu tahan suku bunga acuan pertimbangkan kondisi inflasi dan aliran modal asing keluar
Ekonom makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky, mengatakan inflasi mulai meningkat dan berpotensi naik lebih lanjut seiring dengan puncak permintaan musiman. Sementara itu, arus keluar portofolio dan pelemahan rupiah menegaskan pentingnya menjaga stabilitas eksternal. Di sisi lain, kekhawatiran yang semakin meningkat terkait risiko fiskal dan quasi-fiskal juga memengaruhi sentimen investor terhadap sinyal kebijakan.
“Dalam situasi ini, mempertahankan suku bunga kebijakan di level 4,75 persen akan memberikan acuan yang diperlukan. Mempertahankan suku bunga akan membantu membatasi tekanan pada mata uang dan memperkuat kepercayaan terhadap kemandirian kebijakan Bank Indonesia,” ujar Riefky dalam Laporan Seri Analisis Makroekonomi Rapat Dewan Gubernur BI November 2025, yang diterima pada Selasa (18/11/2025).
2. Inflasi naik tertinggi sejak April 2024
Pada Oktober 2025, inflasi tahunan tercatat sebesar 2,86 persen, naik dari 2,65 persen (y.o.y) pada bulan sebelumnya. Angka ini merupakan tingkat tertinggi sejak April 2024, meskipun masih berada dalam rentang target BI sebesar 1,5 persen hingga 3,5 persen.
Kenaikan inflasi tahunan ini didorong oleh kenaikan harga pangan, gangguan pasokan, dan kenaikan harga emas yang berkelanjutan. Perhiasan emas memberikan kontribusi besar terhadap tren inflasi bulanan, menyumbang 0,21 persen terhadap angka bulanan secara keseluruhan. Selain dipengaruhi oleh kenaikan harga global, inflasi perhiasan emas juga didorong oleh permintaan domestik.
Sementara itu, inflasi inti tercatat sebesar 0,39 pesen secara bulanan, lebih tinggi dari realisasi bulan sebelumnya sebesar 0,18 persen. Sedangkan secara tahunan, inflasi inti Oktober 2025 tercatat sebesar 2,36 persen, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,19 persen.
“Seperti yang diamati selama 26 bulan berturut-turut, harga emas terus naik pada paruh pertama Oktober, mencapai level tertinggi sebelum perlahan-lahan menurun,” ucap Riefky.
3. Saat suku bunga The Fed turun, aliran modal asing keluar justru keluar dari Indonesia
Sementara itu, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menurunkan kisaran target suku bunga kebijakannya sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen hingga 4 persen pada Oktober 2025. Langkah ini menandai pemotongan suku bunga kedua secara berturut-turut pada tahun yang sama.
“Pernyataan terbaru dari Gubernur The Fed, Jerome Powell, menunjukkan pandangan yang semakin kuat di dalam komite bahwa akan bijaksana menunda setidaknya satu siklus kebijakan penuh sebelum mempertimbangkan pelonggaran lebih lanjut,” jelas Riefky.
Meski penurunan suku bunga The Fed biasanya mendorong aliran modal masuk ke pasar negara berkembang, Indonesia justru masih mengalami arus modal keluar yang berkelanjutan.
BI Masih Buka Ruang Suku Bunga Turun Suku Bunga Tetap, Bank Mandiri Genjot Pembiayaan di Sektor Produktif Bos BI Sindir Bank soal Suku Bunga Kredit: Ikan Sepat, Ikan Gabus