Pada perdagangan hari Selasa, 26 Agustus 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat lonjakan nilai transaksi saham yang signifikan, menembus angka Rp42 triliun. Peningkatan drastis ini sebagian besar didorong oleh aktivitas masif pada saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) dan PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN), yang masing-masing membukukan nilai transaksi fantastis mencapai Rp5 triliun.
Data dari BEI menunjukkan bahwa nilai transaksi hari itu melonjak hingga Rp42,86 triliun, angka yang merepresentasikan kenaikan impresif sebesar 120,7% dibandingkan dengan Rp19,42 triliun yang tercatat pada hari Senin, 25 Agustus 2025. Performa pasar yang luar biasa ini menarik perhatian investor dan pelaku pasar.
Di antara saham-saham dengan nilai transaksi terbesar, DSSA menjadi primadona dengan total transaksi mencapai Rp5,42 triliun, melibatkan 60,22 juta lembar saham. Performa harga saham DSSA pun tak kalah cemerlang, ditutup melonjak 10.700 poin atau 13,4% ke posisi Rp90.575 per saham. Kenaikan nilai transaksi dan harga saham DSSA ini diyakini berkaitan erat dengan periode efektif rebalancing indeks MSCI. Seperti yang sebelumnya dilaporkan oleh Bisnis, saham DSSA secara resmi akan masuk ke dalam MSCI Global Standard Index mulai tanggal 27 Agustus 2025.
Mengikuti jejak DSSA, saham AMMN juga membukukan nilai transaksi jumbo sebesar Rp5,35 triliun dengan volume mencapai 659,56 juta lembar saham. Namun, berbeda dengan DSSA, saham AMMN justru ditutup melemah 425 poin atau 5% ke level Rp8.075 pada akhir perdagangan hari ini. Selain kedua emiten tersebut, BEI juga mencatat beberapa saham lain dengan nilai transaksi signifikan, seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) senilai Rp2,7 triliun, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) senilai Rp2,63 triliun, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADRO) senilai Rp1,66 triliun, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) senilai Rp1,5 triliun, dan PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA) senilai Rp1,28 triliun.
Rekomendasi Saham dan Prospek Pergerakan IHSG Hari Ini, Selasa 26 Agustus 2025
Melihat prospek saham DSSA ke depan, Analis Sucor Sekuritas, Cheryl Jennifer Wang dan Paulus Jimmy, dalam risetnya merekomendasikan peringkat “buy” untuk DSSA, yang didasarkan pada valuasi sum of the parts (SOTP). Mereka menilai DSSA sebagai representasi (proksi) salah satu eksposur infrastruktur digital terbesar di Indonesia, dengan potensi keuntungan tambahan yang berasal dari strategi pertumbuhan anorganik yang terencana.
DSSA sendiri saat ini tengah bertransformasi menjadi salah satu konglomerasi infrastruktur digital terbesar dan paling terintegrasi di Tanah Air. Perusahaan ini mengendalikan aset infrastruktur perangkat keras utama, termasuk jaringan fiber-to-the-home (FTTH) yang melayani 6,8 juta home pass, hingga pusat data dengan kapasitas mencapai 40 MW. Melengkapi infrastruktur fisiknya, DSSA juga memiliki aset ekosistem digital strategis, seperti dompet elektronik DANA dan kepemilikan saham minoritas di Vidio. Sementara itu, di segmen usaha batu bara dan energi terbarukan, DSSA mengandalkan anak usahanya, PT Golden Energy Mines Tbk. (GEMS). Ke depan, ekspansi DSSA diprediksi akan terus bergeliat, terutama melalui akuisisi di sektor infrastruktur digital, ekosistem teknologi, dan industri terkait energi hijau.
Namun demikian, DSSA juga menghadapi sejumlah tantangan, termasuk potensi keterlambatan jadwal untuk aksi korporasi mendatang dan siklus penurunan harga batu bara yang berkepanjangan, yang dapat mengakibatkan berkurangnya arus kas dari bisnis lamanya. Selain itu, kondisi pasar yang tidak menguntungkan juga menjadi tantangan di tengah potensi monetisasi anak usaha perusahaan.
Dampak Inklusi Saham CUAN dan PTRO Milik Prajogo di MSCI Agustus 2025
Sementara itu, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, mengemukakan bahwa masuknya saham CUAN (dan juga PTRO yang disebutkan dalam konteks serupa) ke dalam MSCI Global Standard Index berpotensi memicu aliran dana masuk yang signifikan dari passive fund global yang mereplikasi indeks tersebut. Berdasarkan historis kasus serupa, saham yang masuk ke MSCI Global Standard rata-rata mengalami peningkatan volume dan harga pada 1 hingga 2 pekan menjelang effective date, seiring dengan aksi front-running oleh investor ritel dan aktif fund.
Menurut Liza, fenomena rebalancing kali ini mencerminkan adanya rotasi struktural dalam sektor energi dan pertambangan di Indonesia. Pergeseran ini juga berpotensi memicu realokasi dana investor asing di sektor energi, sekaligus menata ulang kepemilikan pada subsektor batu bara, gas, dan energi baru terbarukan di BEI.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.