Saham Bank Murah Meriah! Indo Premier Kasih Rekomendasi Beli Sekarang!

Ussindonesia.co.id JAKARTA. Valuasi saham bank-bank raksasa di Indonesia kini tengah mendekati palung terdalamnya, menawarkan potensi menarik bagi investor yang cermat. Kecuali Bank Central Asia (BBCA), mayoritas bank besar telah mencapai level terendah yang sebanding dengan siklus tekanan pasar sebelumnya. Demikian hasil riset terbaru dari Jovent Muliadi dan Axel Azriel, analis terkemuka dari Indo Premier Sekuritas, yang dirilis pada 8 Oktober 2025.

Penilaian ini diperkuat oleh perbandingan valuasi price to book value (PBV) saham bank-bank BUMN besar. Ambil contoh Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), dan Bank Negara Indonesia (BBNI) yang menunjukkan level serupa dengan tekanan pasar pada periode 2015–2016. BBRI kini diperdagangkan di 1,8x, sama seperti tahun 2015; BMRI di 1,2x, mendekati 1,3x di 2016; dan BBNI di 0,8x, sebanding dengan 0,9x di 2016.

Namun, situasi berbeda terjadi pada saham Bank Central Asia (BBCA) yang masih mempertahankan valuasi premium, berada di P/BV 3,4x. Angka ini relatif lebih tinggi dibandingkan titik terendah historisnya di tahun 2007, 2012, dan 2015 yang berkisar antara 2,7x hingga 3,0x. Tak hanya dari sisi PBV, valuasi P/E (price to earnings) bank-bank besar secara umum juga telah menyentuh atau bahkan berada di bawah rata-rata saat krisis-krisis sebelumnya, mengindikasikan bahwa potensi penurunan valuasi lebih lanjut semakin terbatas.

Likuiditas Membaik, Saham Bank Ini yang Direkomendasikan Beli Maybank Sekuritas

Terlepas dari potensi tersebut, sepanjang tahun 2025 hingga saat ini, pasar perbankan Indonesia diselimuti sentimen negatif akibat derasnya aksi jual investor asing. Total penjualan saham bank oleh investor global mencapai angka mencengangkan Rp 48,7 triliun, setara dengan sekitar 1,8% dari kapitalisasi pasar per Desember 2024. Angka ini bahkan melampaui arus keluar asing tahun sebelumnya yang tercatat Rp 38,1 triliun (1,3%), menandai periode tekanan yang signifikan.

Menurut analisa mendalam Jovent, ada beberapa pemicu utama di balik pelepasan saham ini. Pertama adalah revisi proyeksi laba, di mana konsensus analis mengestimasikan pertumbuhan laba bank besar hanya sebesar 4%–6% sepanjang tahun ini, mengakibatkan proyeksi penurunan laba tahunan sekitar 2%–3% di 2025. Selain itu, ketidakpastian seputar kebijakan pemerintah, seperti program koperasi desa dan subsidi kredit rumah (KUR), turut menambah kekhawatiran. Terlebih lagi, kondisi likuiditas perbankan yang cukup ketat di paruh pertama tahun ini menjadi faktor penekan lain.

Rentetan tekanan ini telah mengakibatkan penurunan signifikan pada valuasi multipel saham perbankan. Secara agregat, saham bank besar telah anjlok 19,2% sejak awal tahun dan 12,8% dalam tiga tahun terakhir, salah satu penurunan paling tajam sejak pandemi. Valuasi rata-rata sektor perbankan kini mencerminkan tekanan besar, dengan P/B rata-rata di 1,8x dibandingkan rerata 10 tahun di 2,2x, serta P/E rata-rata di 10x dari rerata 10 tahun di 14,6x. Kondisi ini bahkan memunculkan pertanyaan di kalangan investor apakah valuasi historis masih relevan, mengingat pergeseran model bisnis beberapa bank, seperti BBRI yang kini lebih fokus pada segmen konsumer dengan margin lebih rendah dibanding kredit mikro.

Meskipun demikian, di tengah badai sentimen negatif, Indo Premier Sekuritas tetap kukuh mempertahankan rekomendasi Overweight untuk sektor perbankan. Keyakinan ini didasari pada pandangan bahwa penurunan valuasi sudah mencapai titik terbatas dan peluang pemulihan mulai terlihat. Salah satu katalis positif yang diantisipasi adalah prediksi penurunan biaya dana (Cost of Fund/CoF) di paruh kedua 2025, yang diharapkan akan menjadi penopang perbaikan margin keuntungan bank. Selain itu, revisi laba kuartal III-2025 diperkirakan tidak akan terlalu signifikan, membatasi potensi penurunan lebih lanjut.

Harga Sudah Rendah, Saatnya Saham Bank Ditadah

Dalam rekomendasi tersebut, dua saham yang menjadi pilihan utama Indo Premier Sekuritas adalah Bank Negara Indonesia (BBNI) dan Bank Tabungan Negara (BBTN). Kedua bank ini dinilai paling berpotensi meraup keuntungan signifikan dari penurunan biaya pendanaan. Target harga yang ditetapkan untuk BBNI adalah Rp 4.800 per saham, sementara BBTN dipatok pada target Rp 1.450. Namun, investor tetap perlu mewaspadai risiko utama ke depan, yaitu potensi memburuknya kualitas aset atau kredit bermasalah (NPL) yang dapat kembali menggerus profitabilitas bank.

Ringkasan

Menurut riset Indo Premier Sekuritas, valuasi saham bank-bank besar di Indonesia, kecuali BBCA, berada di level terendah yang menarik bagi investor. Bank BUMN seperti BBRI, BMRI, dan BBNI memiliki valuasi Price to Book Value (PBV) yang setara dengan masa tekanan pasar sebelumnya. Sentimen negatif pasar sepanjang tahun 2025, ditandai dengan penjualan saham asing mencapai Rp 48,7 triliun, disebabkan oleh revisi proyeksi laba, ketidakpastian kebijakan pemerintah, dan likuiditas perbankan yang ketat.

Meskipun demikian, Indo Premier Sekuritas mempertahankan rekomendasi Overweight untuk sektor perbankan, melihat potensi pemulihan dan terbatasnya penurunan valuasi lebih lanjut. Penurunan biaya dana (Cost of Fund/CoF) di paruh kedua 2025 diharapkan menjadi katalis positif. BBNI dan BBTN menjadi pilihan utama dengan target harga masing-masing Rp 4.800 dan Rp 1.450, namun risiko NPL tetap perlu diwaspadai.