Ussindonesia.co.id Viral di sosial media terkait ucapan Menteri Keuangan, Sri Mulyani terkait guru.
Dalam video yang beredar, Sri Mulyani menyebut jika guru sebagai beban negara.
Menanggapi itu, Kepala Biro Komunikasi dan Layana Informasi Kementrian Keuangan, Deni Surjantoro menyebut jika video itu palsu.
“Itu hoax,” jawab Deni, Selasa (19/8/2025).
Dijelaskan Deni, video tersebut hasil rekayasa deepfake dari video pidato Sri Mulyani saat Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di ITB pada Kamis (7/8/2025).
Jika diperhatikan dengan seksama, cuplikan video tersebut terlihat sudah diedit menggunakan kecerdasan buatan (AI) karena ketika Sri Mulyani menyebut kata ‘beban’ suaranya patah-patah.
“Faktanya, Menteri Keuangan tidak pernah menyatakan bahwa Guru adalah Beban Negara. Video tersebut adalah hasil deepfake dan potongan tidak utuh dari pidato Menkeu,” jelasnya.
Baca juga: Terbongkar Chat WA Arya Daru yang Salah Kirim ke Istri: Ay Naik Apa? Msh Maem, Pita: Syg Chat Siapa?
Baca juga: Miris Bocah 3 Tahun Meninggal Karena Cacingan, Hidup di Kandang Ayam, Cacing Keluar dari Hidung
Baca juga: Gelagapan Roy Suryo Menyanyikan Lagu Indonesia Raya Berkali-kali Lihat Ponsel, Said Didu Cuma Diam
Pernyataan Sri Mulyani yang benar
Pada pidatonya saat Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia, Sri Mulyani memang menyinggung soal gaji guru dan dosen.
Namun bukan seperti yang ada di video yang viral itu.
Bendahara Negara bilang, negara masih menghadapi tantangan dalam memberikan gaji guru dan dosen dalam jumlah yang layak.
Alhasil isu gaji guru dan dosen yang tidak layak kerap dikeluhkan masyarakat dan memunculkan stigma profesi yang mulia ini tidak dihargai oleh negara.
“Banyak di media sosial saya selalu mengatakan oh menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya tidak besar,” ujarnya saat menghadiri Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia 2025, Rabu (7/8/2025).
Sri Mulyani lalu menyatakan, haruskah masyarakat ikut menanggung gaji guru dan dosen agar profesi ini mendapatkan gaji yang layak.
Sebab jika hanya mengandalkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), dikhawatirkan guru dan dosen menjadi kurang sejahtera.
“Ini salah satu tantangan bagi keuangan negara. Apakah semuanya harus keuangan negara atau ada partisipasi dari masyarakat?” ucapnya.
Namun Sri Mulyani tidak menjelaskan lebih lanjut, partisipasi masyarakat untuk mebiayai gaji guru dan dosen dapat dilakukan menggunakan skema apa.
Ketika dikonfirmasi awak media di Gedung DPR pada Selasa (19/8/2025) mengenai hal ini pun Sri Mulyani enggan menjawab.
Sri Mulyani hanya berjalan ke mobil dinasnya tanpa memberikan penjelasan terkait maksud dari pernyataannya saat acara di ITB tersebut.
Anggaran pendidikan APBN 2025
Sebagai informasi saja, pemerintah membagi alokasi dana pendidikan ke dalam tiga kluster utama.
Kluster pertama difokuskan pada berbagai manfaat langsung untuk murid, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Kluster kedua digunakan untuk membiayai gaji dan tunjangan guru serta dosen, sementara kluster ketiga dialokasikan bagi pembangunan infrastruktur pendidikan.
Anggaran pada kluster kedua mencakup belanja gaji hingga tunjangan kinerja.
Dalam pidatonya, Sri Mulyani menyebut tunjangan profesi guru non-PNS disalurkan kepada 477,7 ribu guru, sementara program sertifikasi menyasar 666,9 ribu guru.
Selain itu, dana pendidikan juga menopang sejumlah program strategis seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah bagi 1,1 juta mahasiswa, Program Indonesia Pintar (PIP) untuk 20,4 juta siswa.
Lalu ada Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi 9,1 juta pelajar, Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) untuk hampir 200 kampus negeri, beasiswa LPDP, hingga digitalisasi pembelajaran.
Potret gaji guru dan dosen
Untuk diketahui, tata-rata gaji pokok dosen perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia saat ini setara 1,3 kali Upah Minimum Provinsi (UMP).
Jika dikonversikan, nilainya kira-kira sebanding dengan 143 kilogram beras.
Perbandingan ini masih tertinggal jauh dari sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Kamboja.
Survei kualitatif yang dilakukan Tim Jurnalisme Data Harian Kompas pada 4–23 April 2025 terhadap 36 dosen PTN di 23 provinsi menunjukkan, gaji pokok dosen Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan lima negara Asia Tenggara lainnya.
Di Kamboja, gaji dosen perguruan tinggi publik mencapai 6,6 kali upah minimum, di Thailand 4,1 kali, Vietnam 3,42 kali, Malaysia 3,41 kali, dan Singapura 1,48 kali.
Temuan lain dari laporan ini adalah tingginya beban kerja dosen PTN di Indonesia.
Sepanjang 2024, rata-rata jam kerja mereka mencapai 69,64 jam per minggu.
Data ini diperoleh dari survei kualitatif pada periode yang sama, dengan responden yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia.