Banyak yang Blue Chip, Ini Deretan Saham yang Berpotensi Cuan Karena Stimulus Ekonomi

Ussindonesia.co.id JAKARTA. Analis prediksi sejumlah saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) akan mendapat sentimen positif dari kebijakan stimulus ekonomi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Bahkan, beberapa saham diantaranya adalah berkarakteristik blue chip.

Saham blue chip adalah saham lapis satu yang telah berpengalaman lama di pasar modal. Saham blue chip biasanya berasal dari perusahaan dengan fundamental kinerja keuangan kuat serta memiliki nilai pasar mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah.

Di BEI, saham blue chip biasanya menjadi anggota indeks mayor seperti LQ45. 

Pemerintah meluncurkan 17 paket ekonomi bernama “Paket Stimulus Ekonomi 8+4+5”. Sejumlah analis melihat, hal ini bisa memulihkan permintaan domestik dan mendongkrak kinerja emiten di sektor tertentu. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, peluncuran paket ini ditujukan untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada akhir tahun 2025 ini.

Insentif ini meliputi bantuan sosial pangan, program padat karya tunai, insentif pajak untuk pariwisata dan UMKM, modernisasi sektor perikanan, hingga replanting perkebunan rakyat. 

Insentif Mobil Listrik Disetop 2026, Cek Harga BYD Atto Dolphin M6 Denza Sebelum Naik

Analis Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi menyebutkan saham yang kebagian berkah stimulus ekonomi adalah saham UNVR, ICBP, KLBF, BBRI, BMRI, BBNI, BSDE, PWON, dan CTRA.

Dari daftar tersebut, sebagian besar adalah saham anggota Indeks LQ45, kecuali BSDE dan PWON. 

Wafi menilai, insentif stimulus ekonomi ini berpotensi memperkuat daya beli masyarakat, khususnya segmen kelas menengah bawah. Emiten yang punya cadangan modal dan neraca keuangan yang kuat juga akan lebih berani mengambil proyek baru, memperluas operasi, atau meningkatkan belanja modal. 

“Untuk pelaku usaha, terutama UMKM, ritel kecil, hotel restoran dan kafe (horeka), dan sektor padat karya, ini bisa menjadi lifeline sebab biaya operasional lebih ringan, permintaan lokal cenderung meningkat, dan tekanan likuiditas bisa sedikit mereda,” papar Wafi kepada Kontan, Selasa (16/9/2025).

Meski demikian, ekspansif menurut Wafi bukan berarti agresif di semua lini, sebab ada risiko margin terganggu, biaya bahan baku tinggi, atau utang yang bengkak.

Pun, efektifitas program ini juga akan bergantung pada kecepatan eksekusi dan distribusi program. Jika berjalan lambat atau birokrasi menghambat, momentumnya bisa hilang.

Inilah 10 Nama Calon Hakim Agung Disetujui DPR, Cek Gaji & Tunjangan Hakim Agung 2025

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus juga sepakat. Hal ini penting karena setiap kebijakan menurut Nico kerap membutuhkan waktu untuk dapat berjalan mulus.

“Semua pihak juga membutuhkan kolaborasi satu sama lain untuk memastikan bahwa hal ini berjalan dengan baik,” ujar Nico, sapaan akrabnya.

Bila berjalan dengan efektif, program ini menurut Nico bisa mendorong kinerja emiten di sektor manufaktur dan industri pengolahan, mengingat adanya insentif pajak dan dukungan ekspor.

Emiten sektor konstruksi dan infrastruktur pun bisa ikut bangkit dengan belanja modal yang potensial meningkat, begitu juga sektor teknologi dan digital dengan gencarnya dorongan inovasi dan transformasi digital.

Tonton: United Tractors UNTR Bakal Akuisisi Tambang Emas Doup, Simak Rekomendasi Analis