JAKARTA – Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) memberikan pandangannya terkait keputusan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan. Menurut Perbanas, pemangkasan ini merupakan respons langsung terhadap nilai tukar rupiah yang menunjukkan stabilitas signifikan. Aviliani, Kepala Bidang Riset dan Kajian Ekonomi Perbankan Perbanas, secara spesifik menyoroti bahwa masuknya investor asing turut menjadi faktor kunci di balik terjaganya stabilitas rupiah tersebut.
“Nilai tukar rupiah kita cenderung telah lebih stabil, seiring dengan mulai masuknya kembali para investor asing,” ungkap Aviliani dalam keterangannya yang disampaikan pada Kamis (21/8). Sejalan dengan tren positif ini, Bank Indonesia (BI) melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 19–20 Agustus 2025, secara resmi memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,00 persen. Penyesuaian juga dilakukan pada suku bunga deposit facility yang kini berada di angka 4,25 persen, serta lending facility yang turun ke level 5,75 persen.
Aviliani lebih lanjut menjelaskan bahwa stabilitas nilai tukar rupiah saat ini juga dipengaruhi oleh dinamika kebijakan di Amerika Serikat. Di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, aliran dolar AS cenderung tidak banyak kembali ke negara asalnya, yang secara tidak langsung memberikan ruang bagi penguatan mata uang lokal. “Kami melihat rupiah stabil, sehingga sangat wajar bagi Bank Indonesia untuk menurunkan BI-Rate,” tegasnya.
Di tengah penyesuaian suku bunga oleh BI, Perbanas juga menyuarakan harapan agar Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) turut mengambil langkah serupa. Penurunan suku bunga simpanan oleh LPS diharapkan dapat selaras dengan kebijakan moneter BI, menciptakan keselarasan dalam sistem keuangan. “Tentu saja kami berharap adanya penurunan suku bunga dari sisi LPS, mengingat kami selalu mengacu pada patokan yang ditetapkan LPS,” ujarnya.
Pergeseran fokus terlihat di kalangan perbankan, di mana Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) kini tidak lagi menjadi instrumen utama dalam penempatan dana. Hal ini tercermin dari penurunan signifikan posisi SRBI, dari Rp916,97 triliun pada awal Januari 2025 menjadi Rp720,01 triliun per 15 Agustus 2025. Sebagai alternatif yang menarik, obligasi pemerintah masih menawarkan imbal hasil yang kompetitif, berkisar antara 6,3 hingga 6,4 persen. Aviliani menambahkan, “Hal ini menjadikan pilihan investasi bagi masyarakat semakin bervariasi, antara menempatkan dana di bank atau berinvestasi pada obligasi ritel.”
Ringkasan
Perbanas menilai pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) adalah respons terhadap stabilitas nilai tukar rupiah yang didukung oleh masuknya investor asing. BI menurunkan BI-Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,00 persen, diikuti penyesuaian pada suku bunga deposit facility dan lending facility.
Stabilitas rupiah juga dipengaruhi oleh kebijakan di AS, di mana aliran dolar AS cenderung tidak banyak kembali ke negara asalnya. Perbanas berharap Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga menurunkan suku bunga simpanan. Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) kini bukan lagi instrumen utama penempatan dana, dengan obligasi pemerintah menjadi alternatif investasi menarik.