Bank Indonesia (BI) kembali membuat keputusan mengejutkan dengan memangkas suku bunga acuannya, BI Rate, sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,00% pada Agustus 2025. Penurunan ini menandai total pemangkasan sebesar 75 bps sejak awal tahun 2025, menjadikannya level terendah sejak November 2022 (5,25%) dan menandai fase pelonggaran kebijakan moneter yang kontras dengan kebijakan ketat sepanjang 2023—2024.
Sejak mencapai puncaknya di angka 6,25% antara April hingga Agustus 2025, BI Rate memang menunjukkan tren penurunan yang signifikan. Sepanjang tahun 2025, Bank Indonesia secara bertahap menurunkan suku bunga, dimulai dari 5,75% pada Januari—April, kemudian 5,50% pada Mei—Juni, berlanjut ke 5,25% pada Juli, hingga akhirnya mencapai 5,00% pada Agustus.
Keputusan terbaru Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu, 20 Agustus 2025, untuk kembali memangkas suku bunga acuan menjadi 5% didasarkan pada asesmen komprehensif terhadap kondisi makro dan mikroprudesial terkini. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa keputusan yang diambil pada 19 dan 20 Agustus 2025 ini juga diikuti dengan penurunan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,25% dan Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Menurut Perry, langkah ini konsisten dengan proyeksi inflasi yang rendah untuk tahun 2025 dan 2026, stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga, serta kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sesuai dengan kapasitas perekonomian nasional.
Menariknya, pemangkasan suku bunga BI Rate pada Agustus 2025 ini justru berada di luar ekspektasi sebagian besar pelaku pasar. Survei Bloomberg menunjukkan bahwa 29 dari 38 ekonom memproyeksikan Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga di level 5,25%, sementara sisanya memprediksi penurunan sebesar 25 bps menjadi 5%. Ini mengindikasikan adanya perbedaan pandangan yang signifikan antara bank sentral dan analis pasar.
Salah satu ekonom yang memprediksi penahanan suku bunga adalah Teuku Riefky, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI. Ia berargumen bahwa inflasi umum telah menunjukkan tren kenaikan sejak Mei 2025, mencapai 2,37% secara tahunan pada Juli 2025, yang seharusnya menjadi pertimbangan untuk tidak melonggarkan kebijakan moneter. Meskipun mengakui masuknya modal asing sekitar US$1,08 miliar ke pasar keuangan Indonesia dalam beberapa pekan terakhir—sebagai respons terhadap ekspektasi pemotongan suku bunga oleh bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed)—yang turut menguatkan rupiah hingga 1,04% secara bulanan, Riefky tetap menyuarakan kekhawatiran.
Riefky secara spesifik menyoroti potensi tekanan inflasi yang dapat dipicu oleh berlakunya tarif resiprokal Trump pada awal Agustus. Menurutnya, pemangkasan suku bunga BI Rate saat ini justru berisiko memperparah tekanan inflasi tersebut di bulan-bulan mendatang. Oleh karena itu, ia menegaskan dalam keterangannya pada Selasa, 19 Agustus 2025, bahwa Bank Indonesia seharusnya menahan suku bunga acuan di 5,25% pada Rapat Dewan Gubernur Agustus 2025.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) memangkas BI Rate sebesar 25 bps menjadi 5,00% pada Agustus 2025, melanjutkan tren pelonggaran moneter. Keputusan ini didasarkan pada proyeksi inflasi rendah, stabilitas nilai tukar rupiah, dan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemangkasan ini membawa BI Rate ke level terendah sejak November 2022.
Keputusan BI ini mengejutkan sebagian besar pelaku pasar yang memperkirakan suku bunga akan ditahan. Beberapa ekonom, seperti Teuku Riefky, berpendapat bahwa pemangkasan berisiko memperparah tekanan inflasi, terutama dengan adanya potensi dampak tarif resiprokal Trump. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan antara BI dan beberapa analis pasar terkait arah kebijakan moneter yang tepat.