PIKIRAN RAKYAT – Rencana implementasi fitur Payment ID oleh Bank Indonesia (BI) telah memicu perdebatan hangat di masyarakat, terutama di ranah media sosial. Kekhawatiran utama yang mencuat adalah potensi pemantauan aktivitas belanja individu oleh pemerintah, yang dikhawatirkan dapat mengancam privasi.
Menanggapi isu tersebut, Dicky Kartikoyono, Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, menegaskan bahwa kekhawatiran akan pelanggaran privasi tersebut tidaklah berdasar. Ia secara tegas membantah isu pemata-mataan atau pengawasan ruang privat masyarakat melalui Payment ID.
“Bahwa isu Bank Indonesia ingin memata-matai, ingin mengetahui ruang privat individu masyarakat, itu tidak mungkin,” ujar Dicky, seperti dikutip dari pemberitaan Antaranews, seraya menekankan komitmen BI terhadap perlindungan data pribadi.
Maksud dari Payment ID
Dicky menjelaskan bahwa tujuan utama dari Payment ID bukanlah untuk mengawasi atau melacak setiap detail transaksi masyarakat, melainkan untuk mengidentifikasi potensi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di sektor-sektor tertentu. Fokusnya adalah pada data agregat, bukan individu.
“Tracking siapa beli sepatu, siapa beli di kafe, masa kita begitu. Tidak akan itu dilakukan BI. Kita ingin tahu pertumbuhan industri sepatu, ingin tahu pertumbuhan hotel, restoran, dan kafe, tapi tidak akan pernah lihat data individu,” paparnya lebih lanjut, meredakan kekhawatiran akan pengawasan yang terlalu mendalam.
Meskipun demikian, kekhawatiran masyarakat tetap timbul. Hal ini disebabkan Payment ID dideskripsikan sebagai unique identifier sembilan karakter yang dirancang untuk menggabungkan berbagai data keuangan individu, mulai dari rekening bank hingga e-wallet. Persepsi publik yang beredar bahkan menyebutkan bahwa sistem ini adalah ‘Identitas Transaksi Warga yang Bakal Dipantau Pemerintah’, seolah-olah mengkonfirmasi kekhawatiran awal mereka.
Dalam klarifikasinya, Dicky menambahkan bahwa penerapan Payment ID dari pihak BI dirancang untuk melengkapi analisis sektor keuangan yang sudah ada, tanpa menggantikan peran Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lebih lanjut, ia menekankan bahwa penggunaan data pribadi melalui Payment ID akan sepenuhnya tunduk pada regulasi yang berlaku.
“Harus dengan persetujuan dari pemilik datanya, tidak bisa sembarangan. Sekarang keluar UU Perlindungan Data Pribadi, privasi itu dilindungi betul, dan hanya bisa digunakan sesuai persetujuan pemiliknya. Ini yang kami jaga betul,” tegasnya, menggarisbawahi pentingnya persetujuan dan kepatuhan terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Masih Tahap Uji Coba
Terkait jadwal peluncuran, Bank Indonesia membantah isu yang menyebutkan Payment ID akan diluncurkan pada Hari Kemerdekaan, 17 Agustus 2025. Isu ini, yang juga sempat memicu perdebatan mengenai privasi seperti ‘Diumumkan 17 Agustus 2025, Ekonom: Payment ID Ancam Privasi Masyarakat’, tidak sesuai dengan fakta.
Justru, Dicky mengungkapkan bahwa implementasi awal sistem Payment ID oleh BI direncanakan pada September 2025 mendatang. Proyek percontohan ini akan berfokus pada distribusi bantuan sosial non-tunai di wilayah Banyuwangi, Jawa Timur, meskipun implementasi tersebut masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah.
*** (Zikra Maulidya)