Citigroup Ramal IHSG Bakal Naik 10% pada 2025, Tembus Level 9.250

Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Pasar modal Indonesia diproyeksikan akan mencetak sejarah baru. Analis dari Citigroup Inc. memperkirakan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi melaju sekitar 10% dan menyentuh rekor tertinggi baru pada tahun 2026. Proyeksi optimis ini didorong oleh kuatnya belanja pemerintah serta ekspektasi penurunan suku bunga yang akan memicu geliat ekonomi.

Dalam riset terbaru mereka, analis Citi, Helmi Arman dan Rohit Garg, menuliskan bahwa IHSG berpeluang besar untuk mencapai level 9.250, sebuah lonjakan signifikan dari posisi saat ini yang berada di sekitar 8.363. Target ini bahkan lebih tinggi dibandingkan proyeksi OCBC Sekuritas yang meramal IHSG akan menyentuh 9.100 pada tahun yang sama, menunjukkan konsensus optimisme dari berbagai pihak.

“Seiring rencana belanja pemerintah yang diperkirakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi,” tulis para analis Citi seperti dikutip Bloomberg, Selasa (11/11/2025). Percepatan realisasi belanja dan peningkatan subsidi sosial ini secara langsung diharapkan akan mendorong konsumsi rumah tangga yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.

Tak hanya itu, prospek likuiditas yang membaik di pasar dan biaya pendanaan yang lebih murah disebut-sebut akan menjadi katalis utama bagi pemulihan sektor perbankan. Kondisi ini diprediksi akan memicu pertumbuhan kredit yang lebih kuat serta menjaga margin keuntungan bank tetap sehat.

IHSG sendiri telah menunjukkan performa yang mengesankan sepanjang tahun berjalan (year-to-date), menguat sekitar 18%. Indeks Harga Saham Gabungan bahkan telah berkali-kali menyentuh level tertinggi sepanjang masa (all time high/ATH) baru, dengan rekor terbarunya tercatat pekan lalu di 8.394,59. Momentum positif ini menjadi fondasi kuat bagi proyeksi kenaikan lebih lanjut.

Belanja pemerintah yang akan mendorong konsumsi rumah tangga diproyeksikan akan memberikan keuntungan besar bagi emiten-emiten di sektor konsumer dan ritel. Beberapa nama besar yang berpotensi diuntungkan antara lain PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT) dan PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) yang memiliki daya jangkau pasar luas.

Di sisi lain, bank-bank besar seperti PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS), PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) juga berpotensi meraup untung dari lingkungan suku bunga yang lebih rendah. Ini akan meningkatkan kemampuan mereka dalam menyalurkan kredit dan memperbaiki kualitas aset.

“Meskipun tantangan struktural masih ada, kombinasi dari likuiditas yang membaik, efek pengganda fiskal yang lebih tinggi, serta permintaan domestik yang tangguh akan menciptakan kondisi yang mendukung bagi saham-saham Indonesia,” simpul Analis Citigroup. Pandangan ini menunjukkan keyakinan pada fundamental ekonomi domestik.

Namun, di tengah euforia penguatan saham, nilai tukar rupiah justru bergerak kontras. Mata uang Garuda tercatat melemah sekitar 3,5% terhadap dolar AS sepanjang tahun ini, menjadikannya mata uang dengan kinerja terburuk di Asia. Pelemahan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor.

Depresiasi rupiah ini terjadi di tengah penurunan suku bunga, munculnya kekhawatiran terhadap independensi Bank Indonesia, serta keresahan investor mengenai prospek fiskal Indonesia. Kombinasi faktor-faktor ini menciptakan tekanan signifikan terhadap mata uang domestik.

Menurut para analis Citigroup, rupiah kemungkinan akan tetap berada di bawah tekanan dalam waktu dekat. Hal ini disebabkan prioritas Bank Indonesia yang cenderung mengutamakan pertumbuhan ekonomi dibandingkan stabilitas nilai tukar, di samping neraca perdagangan yang menghadapi hambatan akibat insiden tambang Freeport-McMoRan Inc. yang mempengaruhi volume ekspor.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.