
Ussindonesia.co.id – , JAKARTA – Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) Edisi November 2025 dijadwalkan akan digelar pada Rabu (19/11/2025) siang ini. Para ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) merekomendasikan BI untuk mempertahankan suku bunga, di tengah ekspektasi inflasi yang naik dan arus keluar modal yang berlanjut.
“BI perlu mempertahankan suku bunga BI Rate sebesar 4,75 persen,” tulisnya dalam laporan bertajuk Seri Analisis Makroekonomi RDG BI November 2025, dikutip Rabu (19/11/2025).
Dijelaskan bahwa memasuki kuartal terakhir tahun 2025, inflasi Indonesia terus naik, tekanan eksternal kembali muncul, dan kehati-hatian investor juga semakin meningkat.
Tercatat, inflasi umum naik menjadi 2,86 persen secara year on year (yoy) pada Oktober 2025, didorong oleh kenaikan harga pangan, gangguan pasokan, dan kenaikan harga emas yang berkelanjutan. Tingkat inflasi berpotensi naik lebih lanjut di pengujung tahun ini, seiring dengan puncak permintaan musiman.
Pada saat yang sama, arus keluar modal meningkat, meskipun The Fed memangkas suku bunga, didorong oleh kekhawatiran yang meningkat mengenai risiko fiskal dan quasi-fiskal, terutama setelah rencana Pemerintah untuk mengambil alih utang kereta api berkecepatan tinggi Whoosh.
Investor asing diketahui mencatatkan arus keluar portofolio bersih sebesar 0,95 miliar dolar AS antara pertengahan Oktober dan pertengahan November, sebagian besar disebabkan oleh penjualan besar-besaran obligasi Pemerintah.
Menurut LPEM FEB UI, mempertahankan suku bunga kebijakan sebesar 4,75 persen dalam RDG mendatang akan mendukung stabilitas rupiah dan memperkuat kepercayaan terhadap sikap kebijakan BI.
Nilai tukar rupiah diketahui terus mengalami tekanan, hingga menyentuh ke level Rp 16.700 per dolar AS, seiring dengan berlanjutnya aliran modal keluar. Menurutnya, ada beberapa faktor berkontribusi terhadap terus berlanjutnya arus keluar bersih dari pasar obligasi.
Pertama, risiko paparan fiskal meningkat pada saat kinerja pendapatan melemah. Hingga akhir September 2025, pendapatan negara mencapai Rp 1.863,3 triliun atau 65 persen dari target. Mencapai target tahunan akan memerlukan lonjakan yang tidak biasa pada kuartal terakhir, meskipun kuartal IV biasanya merupakan periode puncak pengumpulan pendapatan.
“Kedua, kekhawatiran pasar semakin meningkat pada awal November ketika Presiden Prabowo mengumumkan rencana pemerintah pusat untuk mengambil alih utang proyek kereta api cepat Whoosh. Pengumuman tersebut memperkuat kekhawatiran yang sudah ada mengenai arah pengelolaan kewajiban kontinjensi secara keseluruhan,” terangnya.
Ketiga, kemungkinan the Fed mempertahankan suku bunga tetap pada Desember menjaga imbal hasil global tetap tinggi dan mengurangi daya tarik relatif obligasi mata uang lokal pasar negara berkembang. Meskipun investor asing menjadi melakukan aksi jual bersih, imbal hasil obligasi pemerintah, baik untuk tenor 1 tahun maupun 10 tahun, menurun selama periode tersebut. Imbal hasil obligasi 1 tahun turun dari 4,76 persen menjadi 4,62 persen, dan imbal hasil obligasi 10 tahun turun dari 6,25 persen menjadi 6,18 persen.
“Dalam situasi ini, mempertahankan suku bunga kebijakan di level 4,75 persen akan memberikan acuan yang diperlukan. Mempertahankan suku bunga akan membantu membatasi tekanan pada mata uang dan memperkuat kepercayaan terhadap kemandirian kebijakan BI,” tegasnya.