Ussindonesia.co.id JAKARTA. Pasar aset kripto kembali bergejolak setelah harga Bitcoin menunjukkan penurunan signifikan pada awal pekan ini. Setelah mencatatkan rekor tertinggi di kisaran US$ 124.000 pada Kamis lalu (14/8/2025), nilai mata uang digital paling populer ini terkoreksi tajam.
Berdasarkan data dari Coinmarketcap, pada Senin (18/8/2025) pukul 14.35 WIB, harga Bitcoin berada di angka US$ 115.279, menandai koreksi harian sebesar 2,31%. Dalam skala mingguan, penurunan ini bahkan lebih terasa, mencapai 5,39% dari puncaknya. Gejolak ini menimbulkan pertanyaan di kalangan investor mengenai arah pergerakan selanjutnya dari aset digital ini.
Gabriel Rey, CEO & Founder Trivindo, menjelaskan bahwa penurunan harga Bitcoin ini utamanya dipicu oleh kebijakan “budget netral” yang diterapkan oleh pemerintah Amerika Serikat. Kebijakan ini menghambat penambahan jumlah aset Bitcoin yang dimiliki oleh pemerintah, karena memang jumlah Bitcoin belum bisa ditambah secara langsung melalui pembelian baru. “Karena mereka (pemerintah AS) menggunakan budget netral, sehingga pembelian Bitcoin baru tertahan,” ungkap Rey kepada Kontan, Senin (18/8/2025).
Rancangan Undang-Undang Bitcoin Act of 2025
Meskipun demikian, ada secercah harapan dari parlemen AS. Rey menyebutkan adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) Bitcoin Act of 2025 yang sedang digodok. Jika RUU ini berhasil disahkan, pemerintah AS diperkirakan akan kembali aktif dalam pembelian Bitcoin. “Jadi, just a matter of time,” imbuhnya, mengisyaratkan bahwa penahanan pembelian ini bersifat sementara.
Ke depan, Gabriel Rey melihat beberapa faktor kuat yang masih akan mendukung prospek positif bagi pasar kripto. Salah satunya adalah tekanan berkelanjutan dari Presiden AS Donald Trump terhadap Ketua The Fed, Jerome Powell, terkait potensi pemangkasan suku bunga. Pemangkasan suku bunga seringkali dianggap sebagai pemicu positif bagi aset berisiko seperti kripto karena meningkatkan likuiditas di pasar. “Pada September, probabilitas pemangkasan suku bunga sudah berada di kisaran 60–70%,” jelas Rey.
Institusi Besar Terus Borong Bitcoin
Faktor pendukung kedua adalah konsistensi perusahaan-perusahaan besar dalam menambah kepemilikan Bitcoin mereka. Salah satu contoh paling menonjol adalah Michael Saylor, salah satu pendiri Strategy, yang dikenal rutin melakukan pembelian Bitcoin setiap minggu. Hal ini menunjukkan kepercayaan institusional yang kuat terhadap aset kripto. “Jadi dari sisi supply dan demand, kondisi masih cukup solid. Permintaan tetap tinggi, ETF juga menunjukkan prospek positif,” tambah Rey.
Oleh karena itu, Rey menilai gejolak harga Bitcoin yang terjadi saat ini hanyalah fenomena sementara. Dengan fundamental pasar yang tetap kuat dan faktor-faktor pendukung yang terus bermunculan, ia optimis terhadap targetnya. “Saya tetap berpegang pada target saya, yakni harga Bitcoin berpotensi menyentuh sekitar US$ 150.000 pada tahun ini, seharusnya bisa tercapai,” pungkasnya, menunjukkan keyakinan akan pemulihan dan lonjakan nilai aset kripto di masa mendatang.