Harga Minyak Melesat Usai OPEC+ Putuskan Kenaikan Produksi yang Moderat

Ussindonesia.co.id  HOUSTON. Harga minyak dunia ditutup menguat pada perdagangan Senin (8/9/2025), menutup sebagian pelemahan pekan lalu.

Kenaikan ini terjadi setelah OPEC+ memutuskan menambah produksi dalam jumlah terbatas dan pasar memperhitungkan kemungkinan sanksi baru terhadap minyak Rusia.

OPEC+ menyetujui rencana untuk menaikkan produksi mulai Oktober, meski jumlahnya lebih kecil dari perkiraan sebagian analis. 

“Pasar terlalu jauh bereaksi terhadap isu kenaikan produksi OPEC+. Kini terlihat reaksi klasik: jual saat rumor, beli saat kepastian,” ujar Ole Hansen, Kepala Strategi Komoditas Saxo Bank.

Harga Minyak Stabil di Tengah Potensi Peningkatan Produksi OPEC+

Harga minyak Brent naik 52 sen atau 0,79% menjadi US$ 66,02 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat menguat 39 sen atau 0,63% ke level US$ 62,26 per barel. 

Keduanya sempat naik lebih dari US$ 1 di awal sesi perdagangan, setelah sebelumnya anjlok lebih dari 2% pada Jumat akibat laporan ketenagakerjaan AS yang lemah. Sepanjang pekan lalu, harga minyak terkoreksi lebih dari 3%.

Arab Saudi, eksportir minyak terbesar dunia, juga menurunkan harga jual resmi minyak Arab Light ke Asia sehari setelah kesepakatan OPEC+ diumumkan. 

“Riyadh dan sekutunya menunjukkan pergeseran sikap: mempertahankan pangsa pasar kini lebih penting ketimbang menjaga harga,” tulis Ekonom Kepala Rystad Energy, Claudio Galimberti.

Sejak April, OPEC+ memang terus menambah produksi setelah bertahun-tahun melakukan pemangkasan untuk menopang harga. Namun, keputusan terbaru diambil meski risiko kelebihan pasokan pada musim dingin di belahan bumi utara semakin nyata.

Harga Minyak Melonjak Usai Trump Ancam Kenakan Tarif kepada Pembeli Minyak Venezuela

Mulai Oktober, delapan anggota OPEC+ akan menaikkan produksi sebesar 137.000 barel per hari. Angka ini jauh lebih rendah dibanding kenaikan sekitar 555.000 barel per hari pada Agustus dan September, maupun 411.000 barel per hari pada Juli dan Juni. Dampak kenaikan ini diperkirakan terbatas karena beberapa anggota sudah memproduksi di atas kuota.

Senin ini, OPEC juga merilis jadwal kompensasi bagi enam anggotanya yang telah melampaui target produksi. Mereka diwajibkan memangkas produksi tambahan antara 190.000 hingga 829.000 barel per hari setiap bulan hingga Juni tahun depan agar sesuai target.

Di sisi lain, prospek pasokan juga dipengaruhi oleh potensi sanksi baru Amerika Serikat terhadap Rusia. Presiden AS Donald Trump menyatakan siap masuk ke tahap kedua sanksi, yang bisa ditujukan kepada pembeli minyak Rusia. 

“Ekspektasi pasokan yang lebih ketat akibat sanksi baru terhadap Rusia juga menjadi penopang harga,” kata analis Fujitomi Securities, Toshitaka Tazawa.

Jika diberlakukan, sanksi ini berpotensi mengganggu arus minyak Rusia, menurut Frederic Lasserre, Kepala Riset Global Gunvor. Langkah tersebut muncul setelah Rusia melancarkan serangan udara terbesar sejak perang Ukraina dimulai, yang menewaskan sedikitnya empat orang di Kyiv akhir pekan lalu.

Harga Minyak Melonjak Pasca OPEC+ Mempertahankan Kenaikan Produksi pada Juli

Trump menambahkan, sejumlah pemimpin Eropa akan berkunjung ke Amerika Serikat pekan ini untuk membahas penyelesaian konflik Ukraina.

Sementara itu, Goldman Sachs memperkirakan pasokan minyak global pada 2026 akan sedikit surplus karena peningkatan produksi di Amerika melebihi penurunan pasokan Rusia dan lonjakan permintaan global. 

Bank investasi itu mempertahankan proyeksi harga minyak Brent/WTI untuk 2025, dan memproyeksikan harga rata-rata 2026 masing-masing di US$ 56 dan US$ 52 per barel.