Ussindonesia.co.id, JAKARTA – Campur tangan Presiden Donald Trump terhadap independensi The Federal Reserve (The Fed) memicu kekhawatiran investor dan menyebabkan dolar AS menguat tipis pada Rabu (27/8/2025). Meskipun sempat melemah di awal perdagangan, mata uang Amerika Serikat ini akhirnya naik 0,33% terhadap yen Jepang, mencapai level 147,93. Indeks dolar AS juga menunjukkan penguatan sebesar 0,2%, mencapai angka 98,47.
Namun, penguatan dolar AS ini terbilang terbatas. Langkah kontroversial Trump justru mengurangi kepercayaan investor terhadap dominasi mata uang tersebut. Euro tercatat mengalami penurunan 0,24% menjadi US$1,1614, sementara pound sterling melemah 0,23% ke posisi US$1,3448.
Awal pekan ini, kontroversi memuncak ketika Trump menyatakan niatnya untuk memecat Gubernur The Fed, Lisa Cook, atas dugaan penyalahgunaan dalam pengajuan kredit perumahan. Namun, pengacara Cook menegaskan akan melawan pemecatan tersebut melalui jalur hukum, potensial memicu konflik berkepanjangan dan ketidakpastian pasar.
Neil Wilson, investor strategist Saxo, menilai situasi ini sebagai babak terbaru dalam pertarungan antara The Fed dan pengaruh politik. Ia menambahkan, “Nyaris mustahil bagi ketua The Fed berikutnya untuk tidak mengikuti arahan Trump. Seharusnya ini berdampak negatif bagi dolar.” Sentimen ini turut mempengaruhi pergerakan nilai tukar global.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga AS yang lebih cepat dan signifikan juga memberikan tekanan pada dolar. Hal ini terutama jika Cook benar-benar digantikan oleh sosok yang lebih cenderung menurunkan suku bunga (dovish). Trump sebelumnya telah berulang kali mendesak The Fed untuk menurunkan suku bunga dan bahkan mengancam akan memecat Ketua The Fed, Jerome Powell, meskipun ancaman tersebut kemudian ditarik kembali.
Jika Cook resmi diberhentikan, Trump akan memiliki kesempatan untuk menunjuk mayoritas anggota Dewan Gubernur The Fed, termasuk dua posisi yang masih kosong serta calon ekonom Gedung Putih, Stephen Miran. Jamie Cox, Managing Partner Harris Financial Group, menyatakan, “Trump pada dasarnya telah mengambil alih fungsi panduan kebijakan The Fed dengan menegaskan kepada pasar bahwa suku bunga akan lebih rendah. Hal itu tercermin dari kurva imbal hasil yang semakin curam.”
Dampaknya terlihat pada imbal hasil obligasi pemerintah AS. Imbal hasil obligasi tenor 2 tahun, yang sensitif terhadap ekspektasi kebijakan suku bunga jangka pendek, turun ke 3,6540% pada Rabu, level terendah sejak 1 Mei. Sebaliknya, imbal hasil obligasi tenor 30 tahun naik tipis ke 4,9223%, mencerminkan kekhawatiran bahwa pelonggaran moneter yang dipaksakan dapat memicu inflasi kembali.
Di sisi lain, mata uang komoditas juga menunjukkan pergerakan. Dolar Australia melemah 0,16% ke posisi US$0,6484, sementara dolar Selandia Baru turun 0,27% ke US$0,5845. Dolar Australia sempat menguat setelah data domestik menunjukkan lonjakan harga konsumen pada Juli yang melampaui perkiraan pasar, mengurangi ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Reserve Bank of Australia (RBA) dalam waktu dekat.
Ringkasan
Intervensi Presiden Trump terhadap The Fed menyebabkan kekhawatiran investor dan sedikit menguatnya dolar AS. Meskipun indeks dolar naik 0,2% menjadi 98,47 dan menguat terhadap yen Jepang, kenaikannya terbatas karena kepercayaan investor terhadap dolar berkurang akibat kontroversi tersebut. Euro dan pound sterling justru melemah terhadap dolar.
Ancaman pemecatan Gubernur The Fed, Lisa Cook, oleh Trump memicu ketidakpastian pasar. Potensi penurunan suku bunga AS yang lebih agresif jika Cook digantikan, serta pengaruh politik terhadap kebijakan The Fed, turut menekan dolar. Hal ini terlihat dari penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun dan kenaikan imbal hasil obligasi tenor 30 tahun.