Penurunan BI Rate Tak Langsung Dorong Multifinance Terbitkan Obligasi, Ini Alasannya

Bisnis.com, JAKARTA — Keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan, atau yang dikenal sebagai BI Rate, menjadi 5,0% ternyata tidak serta-merta mendorong perusahaan pembiayaan (multifinance) untuk gencar menerbitkan surat utang atau obligasi guna memenuhi kebutuhan pendanaan.

Menurut Suwandi Wiratno, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), daya tarik utama bagi para investor di pasar surat utang bukanlah sekadar penurunan suku bunga. Sebaliknya, reputasi perusahaan dan peringkat kredit (rating) yang solid justru menjadi faktor penentu krusial dalam memikat minat investor.

“Penerbitan obligasi itu bukan hanya melulu soal besaran bunga. Ada faktor krusial lain yang wajib dipertimbangkan, yaitu peringkat kredit atau rating perusahaan,” jelas Suwandi kepada Bisnis, Kamis (21/8/2025). “Sebab, percuma saja bunga BI turun, jika rating perusahaan tidak memadai. Hanya perusahaan dengan reputasi yang benar-benar bagus yang memiliki peluang besar untuk sukses menerbitkan obligasi.”

: Mandiri Utama Finance: BI Rate Turun Jadi Katalis Pembiayaan Otomotif

Suwandi menambahkan bahwa proses untuk mendapatkan rating kredit yang baik membutuhkan waktu dan komitmen. Bahkan, perusahaan yang sudah mengantongi peringkat AAA pun tidak akan serta-merta memilih obligasi. Mereka akan cermat mempertimbangkan opsi pendanaan lain, yaitu membandingkan secara detail mana yang lebih menguntungkan: meminjam dana dari bank atau menerbitkan obligasi di pasar modal.

“Perusahaan akan melakukan komparasi menyeluruh,” ujar Suwandi. “Mereka akan membandingkan, apakah suku bunga pinjaman dari bank lebih kompetitif dan menguntungkan dibandingkan biaya yang timbul dari penerbitan obligasi. Bagaimanapun, penerbit obligasi adalah pihak yang berutang, sehingga efisiensi biaya menjadi pertimbangan utama.”

: : Didorong Milenial dan Gen Z, Paylater Multifinance Tumbuh Lebih Kencang dari Perbankan

Selain itu, Suwandi yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Chandra Sakti Utama Leasing, menyoroti tantangan lain dalam penerbitan obligasi multifinance, yakni perilaku investor. Para investor cenderung melakukan diversifikasi portofolio investasi mereka, menyebar dana ke berbagai instrumen seperti obligasi, saham, atau aset lainnya, yang berarti obligasi multifinance harus bersaing ketat untuk mendapatkan perhatian mereka.

Merespons kondisi pasar yang dinamis, Direktur PT Mandiri Utama Finance (MUF), Dapot Parasian S. Sinaga, secara tegas menyatakan bahwa perusahaan tidak akan menerbitkan obligasi hingga akhir tahun 2025, meskipun BI Rate telah mengalami penurunan. Keputusan ini selaras dengan pandangan bahwa faktor selain suku bunga menjadi dominan.

“Namun demikian, kami dari MUF tetap akan memantau secara saksama perkembangan pasar modal dan kondisi suku bunga sebagai salah satu opsi pendanaan potensial yang dapat kami pertimbangkan di masa mendatang,” pungkas Dapot kepada Bisnis, Kamis (21/8/2025).

Sebagai konteks, penurunan BI Rate ini merupakan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada Rabu (20/8/2025), di mana suku bunga acuan kembali dipangkas sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5%. Keputusan ini didasarkan pada asesmen komprehensif terhadap kondisi makro dan mikroprudensial yang berkembang selama beberapa bulan terakhir.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa, “Dengan mendasarkan asesmen proyeksi dan berbagai arah ke depan tersebut, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 19 dan 20 Agustus 2025 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5%.” Ini menunjukkan komitmen BI dalam merespons dinamika ekonomi.

Tak hanya BI Rate, Bank Indonesia juga serentak menurunkan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,25%, serta suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Langkah ini merupakan bagian dari kebijakan moneter terpadu untuk menstimulasi perekonomian.