
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Pelayaran Jaya Hidup Baru Tbk (PJHB) mengawali kiprahnya di pasar modal dengan sangat menjanjikan, ditandai dengan suksesnya Penawaran Umum Saham Perdana (IPO) pada Kamis (6/11/2025). Kehadiran PJHB di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini langsung menarik perhatian investor.
Pada debut perdananya, saham PJHB langsung melonjak drastis hingga menyentuh batas Auto Reject Atas (ARA). Kenaikan signifikan sebesar 24,85% ini mendorong harga saham ke level Rp 412 per saham, sebuah sinyal positif dari pasar terhadap kinerja dan prospek perusahaan.
Dalam gelaran IPO PJHB ini, perseroan menawarkan sebanyak 480 juta saham baru kepada publik, merepresentasikan 25% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh. Dengan nilai nominal Rp 50 per saham, harga IPO PJHB ditetapkan di angka Rp 330 per saham, yang terbukti sangat diminati investor.
Menanggapi debut PJHB, Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menilai prospek perusahaan ini cukup menjanjikan. Menurutnya, posisi PJHB di segmen pelayaran alat berat dan kontainer sangat strategis, mengingat lonjakan aktivitas di sektor migas, pertambangan, dan infrastruktur nasional yang terus tumbuh.
Ekky menambahkan, dana segar hasil IPO PJHB rencananya akan dialokasikan untuk penambahan tiga kapal baru, sebuah langkah strategis yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas operasional dan pendapatan perusahaan di masa mendatang. “Dengan margin usaha yang cukup tinggi dan profitabilitas yang sudah terbukti, ekspansi ini bisa menjadi katalis positif bagi pertumbuhan kinerja,” ujar Ekky kepada Kontan, Kamis (6/11).
Meski prospeknya cerah, Ekky juga mengingatkan adanya beberapa risiko yang perlu dicermati investor. Risiko-risiko utama meliputi tingkat utilisasi kapal baru, fluktuasi harga bahan bakar, dan potensi keterlambatan dalam kontrak. Selain itu, sebagai emiten baru, likuiditas saham PJHB yang masih terbatas juga menjadi faktor penting yang harus diperhitungkan.
Bagi investor yang membidik pertumbuhan jangka menengah hingga panjang, saham PJHB dinilai menarik, terutama untuk profil moderate hingga agresif yang siap memantau realisasi ekspansi perusahaan. Sementara itu, investor konservatif disarankan untuk menunggu hingga kinerja operasional dan keuangan pasca IPO PJHB terbukti lebih stabil dan solid.
Secara keseluruhan, gelaran IPO PJHB sukses menghimpun dana segar sebesar Rp 158,40 miliar. Direktur Utama PJHB, Go Sioe Bie, menegaskan bahwa seluruh perolehan dana tersebut, setelah dikurangi biaya emisi, akan sepenuhnya dialokasikan sebagai belanja modal atau capital expenditure (capex).
“Ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang kami untuk meningkatkan kapasitas armada dan memenuhi permintaan pengangkutan alat berat serta kontainer dari klien-klien,” jelas Go Sioe Bie, Kamis (6/11/2025). Pernyataan ini menegaskan visi PJHB untuk memperkuat posisinya di pasar.
Lebih lanjut, dana IPO PJHB tersebut akan difokuskan untuk pembangunan tiga kapal baru berjenis Landing Craft Tank (LCT) dengan total kapasitas 2.500 DWT. Go Sioe Bie berharap, penambahan armada ini akan secara signifikan memperkuat posisi PJHB di sektor pelayaran domestik yang kompetitif.
Untuk membiayai proyek pembangunan ketiga kapal LCT ini, sekitar 94,11% atau sejumlah Rp 153,40 miliar akan berasal dari dana IPO. Sisanya, sekitar 5,89% atau Rp 9,60 miliar, akan ditutup melalui penggunaan kas internal perseroan, menunjukkan kombinasi pendanaan yang solid.
Ringkasan
PT Pelayaran Jaya Hidup Baru Tbk (PJHB) sukses melaksanakan IPO dengan harga Rp 330 per saham dan mengalami kenaikan signifikan pada debutnya di Bursa Efek Indonesia. Dana hasil IPO sebesar Rp 158,40 miliar akan dialokasikan untuk penambahan tiga kapal baru berjenis Landing Craft Tank (LCT) guna memperkuat posisi perusahaan di sektor pelayaran domestik.
Analis menilai prospek PJHB cukup menjanjikan di segmen pelayaran alat berat dan kontainer, didorong oleh pertumbuhan sektor migas, pertambangan, dan infrastruktur. Meskipun demikian, investor perlu memperhatikan risiko seperti utilisasi kapal baru, fluktuasi harga bahan bakar, potensi keterlambatan kontrak, serta likuiditas saham yang masih terbatas sebagai emiten baru.