Ramalan BI: The Fed Pangkas Suku Bunga Hingga 3%! Dampaknya?

Ussindonesia.co.id, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) memproyeksikan penurunan suku bunga acuan Federal Reserve (The Fed) menjadi 4% pada tahun 2025. Prediksi ini menjadi sorotan utama di tengah dinamika ekonomi global yang terus bergejolak.

Dalam rapat bersama DPD RI yang digelar secara virtual pada Selasa (2/9/2025), Gubernur BI Perry Warjiyo merinci bahwa suku bunga kebijakan moneter The Fed diperkirakan akan turun sekitar 50 basis poin (bps) pada tahun ini, dari level 4,5% saat ini menuju 4%. Penurunan ini, menurut Perry, diproyeksikan akan berlanjut hingga tahun 2026, mencapai sekitar 3%.

Kebijakan moneter dari bank sentral Amerika Serikat tersebut secara langsung akan memengaruhi pergerakan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun pemerintah Indonesia. Perry Warjiyo memperkirakan yield surat utang pemerintah dengan tenor 10 tahun akan ikut bergerak turun, dari 4,5% menjadi 4,41% pada tahun mendatang.

Lebih lanjut, Gubernur BI menjelaskan bahwa dampak dari potensi penurunan suku bunga The Fed akan membuat perkiraan suku bunga SBN Indonesia 10 tahun menjadi lebih stabil, bahkan menunjukkan kecenderungan menurun. Bank Indonesia sendiri, pada kesempatan terpisah, juga tengah mempertimbangkan untuk menurunkan BI Rate, dengan fokus utama menekan bunga kredit perbankan guna mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.

Sebelumnya, kurs dolar AS sempat mengalami kenaikan tipis pada perdagangan Senin (1/9/2025). Kenaikan ini terjadi seiring dengan sikap pasar yang menanti serangkaian data tenaga kerja AS, yang diharapkan dapat menjadi penentu besaran pemangkasan suku bunga The Fed pada akhir bulan September ini.

Di samping data tenaga kerja, pelaku pasar juga terus mencermati data inflasi AS yang dirilis pada Jumat lalu, serta dampak dari putusan pengadilan yang menyatakan sebagian besar tarif yang diberlakukan Presiden Donald Trump sebagai ilegal. Ketegangan yang berlanjut antara Trump dan The Fed terkait upaya pemecatan Gubernur Lisa Cook juga turut menjadi perhatian serius.

Menurut CME FedWatch Tool, investor kini memperkirakan probabilitas sebesar 87% bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada September. Namun, di balik ekspektasi suku bunga ini, dolar juga tertekan oleh kekhawatiran akan independensi The Fed, menyusul semakin gencarnya upaya Donald Trump memengaruhi kebijakan moneter bank sentral tersebut. Bahkan, Presiden ECB sebelumnya pernah memperingatkan bahwa hilangnya independensi The Fed akan sangat berbahaya bagi ekonomi global.

Sidang terkait upaya Trump untuk memecat Gubernur Lisa Cook pada Jumat lalu berakhir tanpa putusan, sehingga Cook masih bertahan di jabatannya, menambah dinamika politik yang memengaruhi pasar keuangan. Selain itu, dugaan penipuan KPR juga telah membuat Menteri Keuangan AS menekan Bos The Fed untuk menggelar audit internal, menambah tekanan pada institusi tersebut.

Di sisi lain, ketidakpastian mengenai tarif yang diberlakukan Trump juga belum mereda. Meskipun pengadilan banding AS memutuskan sebagian besar tarif tersebut ilegal, Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, pada Minggu menyatakan bahwa pemerintahan Trump akan tetap melanjutkan pembicaraan dengan mitra dagang. Analis Kong meragukan putusan pengadilan akan berdampak besar ke pasar, memperkirakan Trump kemungkinan akan mencari celah hukum lain untuk kembali memberlakukannya.

Ringkasan

Bank Indonesia (BI) memproyeksikan penurunan suku bunga acuan The Fed hingga 4% pada tahun 2025 dan berlanjut hingga 3% pada tahun 2026. Penurunan ini diperkirakan akan memengaruhi imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun Indonesia, dengan perkiraan penurunan yield dari 4,5% menjadi 4,41%.

Dampak penurunan suku bunga The Fed diharapkan menstabilkan suku bunga SBN Indonesia 10 tahun dan cenderung menurunkannya. Pasar juga mencermati data tenaga kerja dan inflasi AS serta dinamika politik terkait independensi The Fed, termasuk upaya Donald Trump untuk memengaruhi kebijakan moneter dan tekanan terkait tarif.