
JAKARTA – Nilai tukar rupiah menunjukkan pelemahan signifikan pada penutupan perdagangan Selasa (11/11/2025) sore, ditutup pada level Rp16.694 per dolar AS. Angka ini menandai depresiasi sebesar 40 poin atau 0,24 persen dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.654 per dolar AS.
Pelemahan kurs rupiah ini, menurut Analis Bank Woori Saudara Rully Nova, utamanya dipicu oleh sentimen global yang menguatkan indeks dolar AS. “Rupiah pada perdagangan hari ini melemah yang berasal dari sentimen global dari penguatan indeks dolar AS karena harapan penurunan bunga The Fed mulai memudar,” jelas Rully kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.
Pasar keuangan global sebelumnya banyak berspekulasi bahwa The Fed akan melakukan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan Desember. Ekspektasi ini menguat pasca-dirilisnya serangkaian data sektor swasta yang menunjukkan kelemahan di pasar tenaga kerja Amerika Serikat pada pekan sebelumnya. Laporan Challenger bahkan mengindikasikan bahwa AS menghadapi gelombang pemutusan hubungan kerja terburuk dalam sekitar dua dekade pada bulan Oktober, memicu spekulasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga guna mencegah potensi pelemahan lebih lanjut di sektor tenaga kerja.
Menurut data dari CME Fedwatch, para investor saat ini memperkirakan peluang sebesar 61,9 persen bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada Desember. Namun demikian, Rully juga mengingatkan adanya faktor penahan. “Walaupun ada ruang penurunan bunga The Fed karena data tenaga kerja yang lemah, namun target inflasi 2 persen masih jauh tercapai,” ungkapnya, mengindikasikan dilema yang dihadapi bank sentral AS.
Di tengah tekanan eksternal tersebut, kurs rupiah mendapatkan sedikit topangan dari beberapa indikator ekonomi domestik. Salah satunya adalah Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang melonjak tajam pada Oktober 2025 menjadi 121,2, naik signifikan dari bulan sebelumnya yang berada di level 115.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) melalui Survei Penjualan Eceran (SPE) memprakirakan kinerja penjualan eceran pada Oktober 2025 akan meningkat. Hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) yang diproyeksikan tumbuh lebih tinggi, yakni 4,3 persen secara tahunan (yoy), melampaui pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 3,7 persen yoy. Peningkatan penjualan eceran ini utamanya didukung oleh kenaikan pertumbuhan pada kelompok makanan, minuman dan tembakau (6,4 persen yoy), barang budaya dan rekreasi (4,7 persen yoy), serta perlengkapan rumah tangga lainnya (0,3 persen yoy).
Meskipun ada beberapa penopang dari dalam negeri, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI) pada hari ini turut menunjukkan pelemahan, berada di level Rp16.698 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.666 per dolar AS, mengonfirmasi tren depresiasi yang terjadi.
Ringkasan
Pada penutupan perdagangan Selasa (11/11/2025), nilai tukar rupiah melemah menjadi Rp16.694 per dolar AS, terdepresiasi 40 poin. Pelemahan ini dipicu oleh sentimen global yang menguatkan indeks dolar AS akibat harapan penurunan suku bunga The Fed yang mulai memudar. Meskipun data tenaga kerja AS menunjukkan kelemahan, target inflasi The Fed yang masih jauh dari 2 persen menjadi faktor penahan penurunan suku bunga.
Di tengah tekanan eksternal, rupiah sedikit tertolong oleh indikator ekonomi domestik seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang melonjak dan perkiraan peningkatan penjualan eceran. Namun, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI) juga menunjukkan pelemahan, mengonfirmasi tren depresiasi rupiah.