Saham Bank Masih Turun, Investor Tunggu Kinerja Perbankan Benar-Benar Pulih

Ussindonesia.co.id JAKARTA. Sudah jatuh tertimpa tangga menjadi istilah yang tepat bagi saham-saham perbankan, terutama big banks, saat ini. Ketika pergerakan sahamnya belum benar-benar pulih, kini saham bank justru makin tertekan dengan pengaruh dari sentimen domestik terkait aksi unjuk rasa yang terjadi di beberapa wilayah.

Di awal pekan ini, saham-saham big banks kompak mengalami penurunan. Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi yang paling anjlok di antara big banks lainnya pada perdagangan awal pekan Senin (1/9/2025).

Saham bank berlogo pita emas ini mengalami penurunan hingga 2,75% dibandingkan harga akhir pekan lalu menjadi Rp 4.590 per saham. Ini semakin memperdalam koreksi BMRI sepanjang tahun 2025 berjalan mencapai 19,30%.

Saham Bank BUMN Kompak Melemah Senin (1/9/2025), BMRI Catat Penurunan Terdalam

Selanjutnya ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang juga turun cukup dalam di awal pekan ini mencapai 1,73%. Di mana, saham bank yang akrab dengan wong cilik ini kini ditutup dengan harga Rp 3.980 per saham.

Saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) juga mengikuti koreksi yang dialami oleh bank-bank besar lainnya. BBNI ditutup dengan koreksi mencapai 1,37% dari harga akhir pekan lalui menjadi Rp 4.320 per saham.

Terakhir, ada saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang relatif turun paling terbatas dibandingkan big banks lainnya karena hanya turun 0,93% menjadi Rp 8.000 per saham. Namun, harga saham BCA telah turun hingga 17,31% sejak awal tahun.

Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan bilang tekanan yang terjadi pada beberapa waktu terakhir ini lebih dikarenakan kekhawatiran terkait aksi unjuk rasa yang pada akhirnya memicu panic selling di pasar.

Ia berpendapat sejatinya saham-saham perbankan mulai kembali menarik untuk diperhatikan. Di mana, arus dana asing yang perlahan masuk ke sektor ini menunjukkan adanya kepercayaan yang mulai pulih. 

Hanya saja, ia bilang investor melihat masih ada tekanan dari sisi pertumbuhan kredit dan NIM di perbankan. Salah satu yang tetap membuat saham bank menarik adalah valuasi saham-saham perbankan saat ini sudah berada pada level yang cukup murah.

“Ini memberikan ruang yang menarik untuk akumulasi,” ujar Ekky.

Saham BCA Catat Pembelian Asing Tertinggi, Fundamental Jadi Bahan Bakar untuk Rebound

Ia pun mengingatkan fundamental tetap menjadi acuan utama dalam berinvestasi. Meskipun harga saham dalam jangka pendek sangat dipengaruhi oleh sentimen pasar, pada akhirnya harga akan kembali merefleksikan nilai intrinsik berdasarkan kinerja keuangan dan prospek usaha. 

“Karena itu, untuk investor jangka panjang, penting untuk tetap fokus pada kualitas fundamental emiten dan tidak terjebak pada fluktuasi harga sesaat,” tambahnya.

Sementara itu,  Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer melihat investor saat ini masih cenderung menunggu katalis baru. Alasannya, pertumbuhan kredit belum sepenuhnya kembali ke level yang lebih agresif.

Alhasil, kondisi tersebut membuat sektor perbankan untuk saat ini terlihat kalah atraktif dibandingkan sektor lain yang sedang ramai seperti komoditas, energi terbarukan, maupun saham-saham grup konglomerat yang punya growth story yang lebih menarik di mata investor.

Namun, ia mengingatkan bahwa bukan berarti fundamental tidak lagi jadi acuan. Menurut dia, investor saat ini justur lebih selektif: Di mana, mereka mencari sektor dengan potensi pertumbuhan cepat sekaligus cerita jangka panjang yang kuat.

Untuk bank, ia melihat momentum itu mungkin baru akan terlihat lebih jelas tahun depan ketika suku bunga yang lebih rendah mulai efektif mendorong kredit. 

“Jadi, untuk tahun 2025 ini, saham bank memang cenderung masih jadi pilihan konservatif,” ujarnya.

Ia pun merekomendasikan akumulasi BBRI dengan target harga Rp 4.720. Ditambah, akumulasi juga untuk BMRI dengan target Rp 6.300.