Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Tren penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) terus menanjak setidaknya dalam dua dekade terakhir.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis dalam empat dekade terakhir periode 1985 – 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) paling banyak mendatangkan perusahaan tercatat baru pada 2023 sebanyak 79 emiten. Sementara, nilai emisi paling jumbo yang dihimpun di lantai bursa lewat IPO terjadi pada 2021 senilai Rp61,66 triliun.
Menengok ke belakang, secara historis, pasar modal Indonesia telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka pada Desember 1912. Kala itu, pemerintah kolonial Belanda membentuk bursa efek pertama di Batavia untuk kepentingan pemerintah kolonial VOC.
: Deretan Emiten Veteran Pionir IPO di Bursa, 4 Dekade Melintas Zaman
Tidak banyak sumber mengenai aktivitas pasar modal kala itu. Namun demikian, semarak pasar modal di Indonesia dapat terlihat mulai 1987 yang ditandai dengan meluncurnya Paket Desember 1987 (Pakdes 87).
Kebijakan tersebut memberi kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan IPO dan juga membuka pintu investor asing menanamkan modal di Indonesia.
: : Superbank Dikabarkan IPO Desember 2025, Simak Kinerja Keuangannya
Selanjutnya, pada 1988 Pemerindah Indonesia kembali meluncurkan Paket Desember 1988 (Pakdes 88) yang semakin mempermudah perusahaan untuk menjadi perusahaan terbuka disertai beberapa kebijakan positif lainnya untuk menggairahkan pasar modal.
Kebijakan itu pun berbuah hasil. Data BEI menunjukkan pada 1985 hingga 1988 tidak ada satu pun aktivitas pencatatan saham baru baru lewat IPO di BEI. Baru pada 1989, atau setelah sejumlah kemudahan diberikan, terdapat 24 perusahaan yang go public.
: : BEI Catat 13 Emiten Antre IPO, Mayoritas dari Sektor Finansial dan Industri
Beberapa perusahaan yang IPO pada 1989 dan masih beroperasi hingga saat ini seperti PT Pakuwon Jati Tbk. (PWON), PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA), PT Multipolar Tbk. (MLPL), dan PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (BNII).
Jumlah tersebut bertambah hingga lebih dari dua kali lipatnya pada 1990 sebanyak 59 perusahaan tercatat baru, beberapa di antaranya PT Bank Permata Tbk. (BNLI), PT Astra International Tbk. (ASII), PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA), hingga PT Vale Indonesia Tbk. (INCO).

Oleh karena keterbatasan data, nilai emisi dari IPO baru bisa dilacak sejak 2003 dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terpantau, nilai emisi tertinggi pada 2021 senilai Rp61,66 triliun dengan jumlah perusahaan IPO sebanyak 54 emiten.
Realisasi pada 2021, setelah pandemi Covid-19 mulai berakhir, membawa Indonesia sebagai negara dengan aktivitas IPO paling besar di wilayah Asia Tenggara. Memang pada akhir 2021, BEI mengeluarkan peraturan IPO yang memberikan lebih banyak fleksibilitas dalam persyaratan perncatatan.
Pada 2023, jumlah emiten baru di lantai bursa mencapai kuantitas tertinggi sepanjang masa sebanyak 79 emiten baru dengan nilai emisi total Rp54,33 triliun.
Semarak aktivitas IPO ini juga tidak lepas dari upaya BEI menjaring calon perusahaan tercatat dengan memberikan edukasi hingga melakukan berbagai penyesuaian peraturan.
Dengan kehadiran banyak emiten baru, BEI pada 2025 kembali mengingatkan soal kualitas emiten. BEI menyebut saat ini bursa tidak hanya berbicara soal jumlah emiten baru namun juga kualitas dari perusahaan tersebut.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menerangkan ke depannya Bursa bakal meningkatkan aturan terhadap calon perusahaan tercatat. Hal itu dilakukan untuk memberikan transaksi yang wajar bagi investor ketika perusahaan tersebut telah menjadi perusahaan tercatat.
“Tentunya dari calon perusahaan tercatat, kami pastikan nanti size-nya itu sizeable, free float-nya cukup. Artinya, dari jumlah saham yang akan ditransaksikan di publik, kami harapkan cukup, sehingga likuiditasnya dapat terjaga. Dengan begitu, harga yang terbentuk dan transaksi yang dibentuk akan wajar,” tegas Nyoman.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.