Ussindonesia.co.id JAKARTA — PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) baru-baru ini menggelar publik ekspose untuk memaparkan kinerja keuangan mereka selama enam bulan pertama tahun 2025, tepatnya pada Jumat (19/9/2025). Dalam pemaparan tersebut, terungkap bahwa Bank Mandiri mencatat penurunan laba bersih pada semester I-2025.
Per Juni 2025, laba bersih yang berhasil dibukukan BMRI mencapai Rp 24,5 triliun, angka ini menunjukkan penurunan sebesar 7,7% secara tahunan (YoY). Meskipun demikian, setelah paparan kinerja keuangan disampaikan, pergerakan saham BMRI di perdagangan hari itu terpantau stabil. Harga saham Bank Mandiri ditutup pada level Rp 4.420 per saham, tidak mengalami perubahan signifikan dibandingkan penutupan hari sebelumnya, dengan mencatatkan perubahan 0,00%.
Menyoroti kinerja keuangan Bank Mandiri, Muhammad Wafi, Kepala Riset Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), berpendapat bahwa secara umum, performa BMRI pada semester I-2025 masih tergolong solid, meskipun ada sedikit normalisasi. Ia juga mencatat adanya perlambatan growth bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2024.
Dana Asing Masih Keluar dari Pasar Saham, Cermati Rekomendasi Analis
Wafi menambahkan, “Jadi bisa dibilang sesuai ekspektasi, bukan kejutan negatif, tapi juga tidak sekuat tahun lalu,” ujarnya kepada Kontan pada Jumat (19/9/2025).
Seiring dengan rilis laporan keuangan semester I, Bank Mandiri juga melakukan penyesuaian panduan kinerja hingga akhir tahun 2025. Manajemen memutuskan untuk merevisi atau menurunkan target di beberapa indikator kunci, termasuk pertumbuhan kredit, marjin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM), dan biaya kredit.
Secara rinci, target pertumbuhan kredit dipangkas menjadi 8%-10% dari proyeksi awal tahun sebesar 10%-12%. Sementara itu, NIM kini diproyeksikan berada di kisaran 4,8%-5%, turun dari perkiraan awal 5%-5,2%. Adapun proyeksi biaya kredit (Cost of Credit) juga direvisi turun menjadi 0,8%-1% dari sebelumnya 1%-1,2%.
Muhammad Wafi menjelaskan bahwa revisi target ini dinilai lebih realistis mengingat beberapa faktor. Penurunan suku bunga acuan berkontribusi pada penurunan yield kredit, diikuti oleh semakin ketatnya kompetisi dalam penyaluran kredit, khususnya di segmen korporasi dan konsumer. Selain itu, meskipun likuiditas perbankan melonggar, kualitas permintaan kredit yang belum sepenuhnya pulih juga turut memengaruhi keputusan revisi target tersebut.
Wafi menambahkan, “Revisi target ini bisa menjadi sentimen negatif untuk jangka pendek karena ekspektasi pasar diturunkan. Namun, untuk jangka menengah, hal ini justru bisa menjadi sinyal positif, yang menunjukkan kehati-hatian manajemen dalam menjaga kualitas aset dan fundamental Bank Mandiri.”
Mengenai pergerakan saham BMRI, Wafi mengamati bahwa setelah sempat mengalami koreksi sebelumnya, saham perusahaan cenderung bergerak mixed–positif pada hari rilis laporan keuangan. Hal ini terjadi karena pasar masih menunggu detail lebih lanjut terkait kinerja keuangan dan panduan baru dari manajemen. “Biasanya setelah rilis laporan keuangan, reaksi awal bisa fluktuatif, namun arah jangka pendek akan sangat ditentukan oleh bagaimana investor mencerna revisi target manajemen,” jelasnya.
Sebagai penutup, Wafi, dari KISI, menyimpulkan bahwa saham BMRI saat ini menarik untuk diakumulasi. Valuasi Bank Mandiri dinilai masih relatif murah jika dibandingkan dengan kualitas aset dan Return on Equity (ROE) yang dimilikinya. Kendati demikian, investor tetap perlu mencermati potensi koreksi lanjutan yang bisa terjadi. Hal ini disebabkan oleh sentimen revisi target pertumbuhan kredit dan NIM yang berpotensi memicu pesimisme di pasar.
Wafi menekankan, “Namun, secara fundamental, BMRI tetap menjadi salah satu incaran investor asing di sektor perbankan. Jadi, bagi investor jangka menengah hingga panjang, koreksi yang terjadi justru bisa menjadi titik masuk (entry point) yang menarik.”