Analis: Koreksi Indeks Dolar AS pada Jumat (7/11/2025) Hanya Sementara

Ussindonesia.co.id – JAKARTA. Pergerakan Indeks Dolar Amerika Serikat (AS) atau DXY menunjukkan dinamika menarik pekan ini. Setelah sempat menguat di awal pekan, DXY justru berbalik melemah signifikan menjelang akhir pekan. Kendati demikian, pelemahan ini dipandang sejumlah analis sebagai potensi koreksi sementara.

Berdasarkan data Trading Economics pada Jumat (7/11/2025) pukul 20.01 WIB, indeks dolar AS berada di level 99,672, menunjukkan penurunan 0,06% secara harian. Meskipun demikian, DXY masih mampu menguat tipis 0,01% dalam sepekan terakhir dan mencatat kenaikan impresif 0,91% dalam sebulan terakhir, menandakan kekuatan jangka pendek yang masih terjaga.

Sutopo Widodo, Presiden Komisaris HFX Internasional Berjangka, menyoroti pergerakan Indeks Dolar (DXY) yang terkoreksi dari puncak di atas 100 pada awal pekan menuju kisaran 99 di akhir pekan. Menurutnya, ini adalah koreksi substansial yang didorong oleh dua pemicu utama. Faktor-faktor tersebut meliputi meredanya pasar tenaga kerja AS yang tercermin dari tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), serta meningkatnya ekspektasi pasar akan pemangkasan suku bunga The Fed pada Desember yang kini mencapai 70%.

Kendati demikian, Sutopo menilai pelemahan ini hanya bersifat koreksi sementara. Hal ini didasari oleh komentar hawkish dari para pejabat The Fed yang menekankan kehati-hatian dalam pelonggaran kebijakan tanpa adanya data inflasi yang jelas. Ini mengindikasikan bahwa The Fed mungkin belum siap untuk menghentikan kebijakan pengetatan moneternya. Selain itu, status dolar AS sebagai safe haven global yang tangguh tetap menjadi penopang kuat.

DXY memiliki potensi untuk rebound kembali ke atas 100 jika data inflasi berikutnya, setelah penundaan, menunjukkan tekanan harga yang persisten atau jika ketidakpastian geopolitik global meningkat,” jelas Sutopo kepada Kontan pada Jumat (7/11/2025).

Sutopo menambahkan, sentimen pergerakan DXY baik hingga akhir tahun maupun dalam jangka panjang akan sangat bergantung pada tiga faktor fundamental. Pertama, data inflasi AS, khususnya Personal Consumption Expenditures (PCE) dan Consumer Price Index (CPI), akan menjadi penentu. Selama inflasi belum menunjukkan penurunan konsisten menuju target 2% The Fed, DXY akan menghadapi kesulitan untuk mengalami pelemahan permanen.

Kedua, disparitas kebijakan moneter global juga memegang peranan krusial. Jika bank sentral lain, seperti European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BOE), mulai melonggarkan kebijakan mereka lebih agresif dibandingkan The Fed, daya tarik imbal hasil obligasi AS akan tetap tinggi. Kondisi ini secara tidak langsung akan terus menopang kekuatan DXY. Ketiga, risiko geopolitik dan ekonomi global tidak dapat diabaikan. Setiap peningkatan ketidakpastian, seperti konflik geopolitik yang memanas atau perlambatan ekonomi yang tajam di Tiongkok, akan memicu fenomena flight to safety menuju dolar AS, sehingga menjaga DXY tetap berada di level tinggi.

Menanggapi volatilitas DXY yang terjadi saat ini, Sutopo menyarankan agar investor mengadopsi pendekatan diversifikasi dan menunggu konfirmasi data. Valuta asing yang dinilai menarik untuk diakumulasi adalah mata uang yang memiliki carry trade tinggi dan fundamental domestik yang kuat, atau mata uang safe haven alternatif selain dolar AS. Sebagai contoh, Yen Jepang (JPY) dianggap menarik untuk diakumulasi sebagai lindung nilai (hedging) terhadap risiko global. Daya tariknya juga didukung oleh potensi intervensi Bank of Japan (BOJ) untuk menahan depresiasinya yang tajam.

“Rekomendasi strategisnya adalah buy the dip pada valuta non-USD yang memiliki fundamental kuat, seperti mata uang komoditas Australia (AUD), terutama saat DXY sedang melemah. Namun, penting untuk tetap menahan sebagian modal guna mengantisipasi potensi rebound DXY,” tambahnya.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang telah diuraikan, proyeksi harga DXY cenderung stabil di level tinggi. Untuk proyeksi DXY hingga akhir tahun 2025, dengan asumsi The Fed mempertahankan sikap hawkish minimal hingga awal tahun depan dan tanpa adanya penurunan inflasi yang drastis, DXY diperkirakan akan bergerak dalam rentang proyeksi angka 100,5 hingga 102,5. Sementara itu, proyeksi rentang harga DXY pada tahun 2026 akan sangat bergantung pada waktu dan kecepatan The Fed memulai pemangkasan suku bunga. Jika pemotongan suku bunga dilakukan secara bertahap dan ekonomi AS berhasil mencapai pendaratan lunak (soft landing), DXY kemungkinan akan menunjukkan pelemahan secara bertahap. Dalam skenario tersebut, rentang proyeksi DXY untuk tahun 2026 diperkirakan berada di kisaran 98,0 hingga 101,5, mengindikasikan tekanan pelemahan dolar AS secara bertahap seiring berjalannya waktu.