Pemerintah Selidiki Potensi Pelanggaran Hukum soal Tambang Freeport Longsor

Proses investigasi mendalam terhadap insiden longsor tragis di tambang Grasberg Block Cave (GBC) milik PT Freeport Indonesia (PTFI) masih terus berjalan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan komitmennya untuk mengungkap penyebab pasti kecelakaan yang tidak hanya menelan korban jiwa, tetapi juga menghentikan seluruh aktivitas operasional di area tersebut.

Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, telah mengerahkan tim gabungan dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) serta Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) untuk penyelidikan lebih lanjut. Tim ini bertugas meninjau potensi adanya masalah hukum atau faktor kelalaian dalam kejadian yang menyebabkan 800 ribu aliran lumpur masuk ke dalam tambang bawah tanah GBC dan merenggut nyawa tujuh pekerja. “Ini sedang dievaluasi oleh Ditjen Gakkum,” tegas Yuliot saat ditemui di kantornya pada Jumat (7/11).

Mengenai periode evaluasi penyebab longsor ini, Yuliot masih enggan memerinci jangka waktu yang dibutuhkan. Namun, di tengah proses investigasi tersebut, perhatian juga tertuju pada peluang beroperasinya kembali dua tambang PTFI lainnya yang tidak terdampak longsor: Deep Mill Level Zone (DMLZ) dan Big Gossan.

Yuliot menjelaskan bahwa saat ini, produksi PTFI berasal dari tiga tambang utama, yakni Grasberg Block Cave (GBC) yang kini terhenti, serta DMLZ dan Big Gossan. Ia menegaskan, “Selama mengacu pada evaluasi yang kami lakukan dan hasilnya aman untuk ditambang (dua tambang) tersebut akan diizinkan (beroperasi kembali). Sebab tambang yang terdampak dan tidak terdampak harus kami pisahkan (kepentingannya).” Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah siap mempertimbangkan izin operasional kembali bagi area yang terbukti aman.

Pernyataan ini sejalan dengan pandangan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Tri Winarno, yang sebelumnya telah membuka peluang tersebut. “Sementara mereka mau mengajukan (operasi tambang yang tidak longsor), agar bisa produksi,” kata Tri saat ditemui di Minahasa, Sulawesi Utara, pekan lalu (29/10). Ia menambahkan, “Misalnya, area ini tidak ada pengaruh (longsor), masa tidak kami beri (izin operasi kembali)?”

Sebagai pengingat, insiden longsor yang parah di tambang GBC terjadi pada 8 September, menyebabkan 800 ribu ton aliran lumpur memenuhi area tersebut. Peristiwa ini berdampak langsung pada penghentian seluruh kegiatan operasi PTFI, termasuk di dua tambang yang tidak mengalami longsor. Oleh karena itu, perusahaan telah melakukan evaluasi internal menyeluruh. “Untuk sementara daerah yang kemarin longsor belum boleh dilakukan kegiatan operasi produksi,” jelas Tri Winarno.

Dalam laporan induk perusahaan PTFI, Freeport McMoran (FCX), disebutkan bahwa perusahaan secara paralel terus berkoordinasi dengan Pemerintah Indonesia terkait rencana produksi mendatang. Pada 24 September, PTFI telah menyiapkan perkiraan skenario operasional tambang. Proyeksi ini mencakup pembukaan kembali tambang bawah tanah Big Gossan dan DMLZ yang tidak terdampak pada kuartal keempat tahun 2025. Selanjutnya, akan diikuti dengan pembukaan kembali bertahap dan peningkatan produksi tambang bawah tanah Grasberg Block Cave pada tahun 2026, seperti yang dikutip FCX pada bulan lalu (29/10).