Pasar saham Wall Street membuka perdagangan Jumat (7/11/2025) dengan sentimen negatif, menyeret indeks-indeks utamanya menuju penurunan mingguan yang signifikan. Kekhawatiran mendalam atas prospek ekonomi Amerika Serikat dan valuasi saham-saham teknologi yang meroket menjadi pemicu utama kemerosotan ini, menekan semangat investor di sesi pembukaan.
Mengutip laporan Reuters, pada awal perdagangan, Indeks Dow Jones Industrial Average terpangkas 115,3 poin (0,25%) menjadi 46.797,03. Senada, S&P 500 melemah 24,1 poin (0,36%) ke posisi 6.696,18, sedangkan indeks dengan dominasi saham teknologi, Nasdaq Composite, anjlok 161,1 poin (0,70%) ke level 22.892,917. Ketiga indeks utama tersebut menunjukkan tekanan jual yang kuat sejak bel pembukaan.
Kondisi pasar yang lesu ini bukan tanpa preseden. Sebelumnya, pada hari Selasa, ketiga indeks utama AS telah mencatat pelemahan tajam, di mana Nasdaq yang padat saham teknologi bahkan merosot hampir 2%. Pelemahan tersebut dipicu oleh peringatan dini dari sejumlah eksekutif terkemuka Wall Street yang mengisyaratkan potensi koreksi pasar dalam waktu dekat.
Dengan performa yang mengecewakan ini, S&P 500 dan Dow Jones kini bersiap untuk mengakhiri pekan dengan koreksi mingguan terburuk dalam empat minggu terakhir. Sementara itu, Nasdaq diproyeksikan mencatat kinerja mingguan paling buruk sejak Maret, menandakan tekanan yang lebih berat pada sektor teknologi.
Menanggapi situasi ini, Sam Stovall, kepala strategi investasi di CFRA Research, mengungkapkan bahwa, “Kekhawatiran akan potensi pullback pasar terus berlanjut. Ini adalah pola pelemahan yang lazim terjadi di awal November, didorong oleh valuasi yang sudah sangat tinggi dan berkurangnya katalis positif yang dapat menopang atau mendorong pasar lebih lanjut.”
Sebelumnya, gelombang optimisme seputar inovasi kecerdasan buatan (AI) sempat melambungkan pasar saham AS ke rekor tertinggi sepanjang masa tahun ini. Namun, antusiasme tersebut kini mulai meredup dalam beberapa hari terakhir, digantikan oleh kekhawatiran mengenai kemampuan monetisasi teknologi AI dan pola pengeluaran sirkular yang terjadi di industri ini.
Sebagai indikator sentimen pasar, Indeks Volatilitas CBOE (VIX)—yang sering dijuluki ‘pengukur ketakutan’ Wall Street—bahkan melonjak ke level tertingginya dalam lebih dari dua minggu, mencerminkan peningkatan kecemasan di kalangan investor.
Di tengah gejolak pasar ini, beberapa saham individu menunjukkan pergerakan yang menarik. Meskipun para pemegang saham Tesla menyetujui paket gaji terbesar dalam sejarah perusahaan untuk CEO Elon Musk, sahamnya tetap bergerak turun, sejalan dengan sentimen pasar yang lesu. Di sisi lain, saham Intel justru sedikit menguat setelah Elon Musk menyatakan minat untuk berdiskusi dengan perusahaan tersebut terkait produksi chip, memberikan secercah harapan bagi raksasa semikonduktor itu.
Menariknya, di tengah kondisi pasar yang penuh ketidakpastian, musim laporan keuangan kuartal ketiga menunjukkan gambaran yang kontras. Data LSEG pada hari Kamis melaporkan bahwa 83% dari 424 perusahaan di S&P 500 yang telah merilis hasil sejauh ini berhasil melampaui ekspektasi Wall Street. Angka ini menandakan kinerja korporasi yang relatif kuat.
Pencapaian ini bahkan merupakan tingkat tertinggi perusahaan yang melampaui perkiraan sejak kuartal kedua tahun 2021, jauh di atas rata-rata historis yang biasanya hanya mencapai 67% perusahaan per kuartal.
Namun, tidak semua perusahaan berhasil mengungguli perkiraan. Saham Block, misalnya, anjlok 14,5% setelah gagal memenuhi ekspektasi laba kuartal ketiga. Kinerja mengecewakan ini disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi yang berkelanjutan dan persaingan yang kian sengit di sektor pembayaran digital.
Kekhawatiran Ekonomi AS yang Berkelanjutan
Di balik sentimen pasar yang fluktuatif, kekhawatiran ekonomi fundamental terus membayangi. Penutupan pemerintah AS yang terlama dalam sejarah telah menciptakan kekosongan informasi yang signifikan, membuat para pembuat kebijakan di Federal Reserve terpecah pendapat mengenai strategi terbaik untuk pertemuan kebijakan bulan Desember. Kondisi ini diperparah oleh data swasta yang menyajikan gambaran ekonomi yang sangat beragam dan tidak konsisten.
Kevin Hassett, penasihat ekonomi Gedung Putih, dalam wawancara dengan Fox Business Network, bahkan menegaskan bahwa dampak ekonomi dari penutupan pemerintah tersebut terbukti jauh lebih buruk dari perkiraan awal, menambah lapisan ketidakpastian.
Kondisi pasar tenaga kerja juga mengirimkan sinyal campur aduk. Data dari perusahaan swasta pada hari Kamis mengindikasikan adanya PHK di bulan Oktober, sebuah kontras tajam dengan laporan ADP pada hari Rabu yang justru menunjukkan peningkatan lapangan kerja di sektor swasta.
Sam Stovall kembali menyoroti ambiguitas ini, mempertanyakan, “Apakah kondisi ini akan memperparah perlambatan ekonomi di AS? Ada begitu banyak ketidakpastian—tidak hanya The Fed yang berada dalam kegelapan, tetapi juga konsumen dan investor Amerika.” Pernyataan ini menggarisbawahi luasnya dampak ketidakpastian ekonomi tersebut.
Namun, di tengah gelombang pelemahan, beberapa saham berhasil bersinar. Saham Expedia misalnya, melonjak 13,2% setelah platform perjalanan daring itu meningkatkan proyeksi pertumbuhan pendapatan setahun penuh dan melaporkan laba kuartal ketiga yang melampaui ekspektasi, memberikan catatan positif di tengah suramnya sentimen pasar.