BI: Ketidakpastian Global Masih Tinggi, Dampak Tarif AS Tekan Ekonomi Dunia

JAKARTA — Bank Indonesia (BI) menyuarakan peringatan terkait perlambatan perekonomian global yang masih berada dalam tren melambat. Kondisi ini utamanya dipicu oleh kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) yang terus-menerus memicu ketidakpastian global. Penegasan ini disampaikan dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Oktober 2025 yang digelar secara daring pada Rabu (22/10/2025).

Gubernur BI, Perry Warjiyo, menegaskan bahwa perkembangan global saat ini menuntut kewaspadaan ekstra dan penguatan respons kebijakan. Hal ini krusial untuk memitigasi potensi dampak rambatan dari ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global yang masih tinggi terhadap stabilitas perekonomian domestik Indonesia. Kekhawatiran ini muncul setelah AS kembali memberlakukan tarif tambahan pada sejumlah sektor strategis sejak 1 Oktober 2025.

Secara lebih rinci, kebijakan tarif tambahan AS tersebut menargetkan sektor farmasi, mebel, dan otomotif. Tidak hanya itu, AS juga mengumumkan rencana pengenaan tarif tambahan yang signifikan, mencapai 100 persen, terhadap berbagai produk asal China. Langkah-langkah proteksionis ini secara langsung memperburuk iklim perdagangan internasional.

Berbagai indikator ekonomi global mengonfirmasi bahwa kebijakan tarif AS telah melemahkan kinerja perdagangan global secara menyeluruh. Fenomena ini terlihat jelas dari melambatnya laju ekspor dan impor di mayoritas negara, yang pada akhirnya menekan volume perdagangan dunia.

Di tengah ketidakpastian ini, pertumbuhan ekonomi di AS sendiri masih menunjukkan tanda-tanda kelemahan. Kondisi ini berdampak langsung pada sektor ketenagakerjaan di AS yang terus mengalami penurunan. Sementara itu, ekonomi Jepang, Eropa, dan India juga belum menunjukkan penguatan signifikan, meskipun berbagai stimulus fiskal dan moneter telah digulirkan. Konsumsi rumah tangga yang lesu menjadi salah satu faktor penghambat utama di kawasan tersebut.

Kontras dengan tren perlambatan di banyak negara maju, perekonomian China justru mencatatkan peningkatan pada kuartal III 2025. Lonjakan ini didorong oleh serangkaian stimulus fiskal yang masif dari pemerintah China, yang berhasil menjaga momentum pertumbuhan di tengah tekanan global.

Melihat dinamika ini, pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diproyeksikan mencapai 3,1 persen, sedikit lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 3 persen. Revisi proyeksi ini mencerminkan adanya faktor-faktor penyeimbang, meskipun sentimen perlambatan masih dominan.

Di sisi kebijakan moneter, probabilitas penurunan suku bunga kebijakan moneter AS atau Fed Funds Rate semakin besar. Hal ini sejalan dengan data kondisi ketenagakerjaan di AS yang terus melemah, memberikan ruang bagi The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneternya demi mendukung pertumbuhan.

Sebagai respons, imbal hasil (yield) US Treasury jangka pendek kembali menurun, dan indeks mata uang dolar AS (DXY) cenderung melemah. Namun, aliran modal ke emerging market masih menunjukkan fluktuasi yang signifikan, mencerminkan tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global yang menuntut kewaspadaan berkelanjutan dari semua pihak.