Peter Brandt: Pola Grafik Bitcoin Mirip Gelembung Kedelai 1970-an

Veteran trader terkemuka, Peter Brandt, mengeluarkan peringatan serius bagi para investor Bitcoin (BTC). Menurutnya, pergerakan harga Bitcoin saat ini mencerminkan pola yang sangat mirip dengan gelembung harga kedelai pada dekade 1970-an, sebuah periode di mana komoditas tersebut melonjak tajam sebelum akhirnya anjlok hingga 50%. Brandt melihat pola serupa tengah terbentuk dalam grafik Bitcoin dan berpotensi menjadi sinyal awal untuk koreksi besar-besaran.

Dalam pernyataannya kepada Cointelegraph pada Rabu (22/10/2025), Brandt menjelaskan bahwa Bitcoin sedang membentuk pola broadening top yang langka. Pola ini secara historis dikenal sebagai indikator kuat puncak harga. Ia menambahkan, “Pada 1970-an, kedelai juga membentuk pola seperti ini dan kemudian turun 50% nilainya,” menggarisbawahi potensi risiko yang sama bagi aset kripto terbesar ini.

Potensi Penurunan ke Level US$ 60.000

Jika sejarah benar-benar berulang, Brandt memperingatkan bahwa koreksi tajam harga Bitcoin bukanlah hal yang mustahil. Bahkan, ia pesimis bahwa reli besar yang sangat dinantikan oleh komunitas kripto akan terwujud. Sebaliknya, Brandt memprediksi, “Lonjakan terakhir Bitcoin bisa jadi tidak akan datang. Sebaliknya, Bitcoin bisa turun hingga level bear market di sekitar US$ 60.000.” Skenario ini, lanjut Brandt, akan berdampak luas, tidak hanya pada investor ritel tetapi juga pada perusahaan publik besar seperti MicroStrategy yang merupakan pemegang Bitcoin signifikan. Saham MicroStrategy (MSTR) sendiri telah menunjukkan tekanan, turun lebih dari 10% dalam 30 hari terakhir, sebagian besar akibat penurunan nilai aset bersih (net asset value) dari treasury Bitcoin mereka.

Pandangan Berbeda dari Analis Lain

Namun, tidak semua analis sependapat dengan pandangan pesimis Brandt. Sejumlah ahli pasar justru melihat bahwa tren Bitcoin masih memiliki ruang kenaikan yang substansial. Arthur Hayes, pendiri BitMEX, misalnya, memperkirakan bahwa satu reli utama masih tersisa dalam siklus ini, dengan potensi harga Bitcoin mencapai US$ 250.000 per BTC. Data historis dari CoinGlass juga mendukung pandangan ini, menunjukkan bahwa kuartal IV secara konsisten menjadi periode terkuat bagi Bitcoin, dengan rata-rata pengembalian yang mengesankan sebesar 78,49%. Bulan Oktober sendiri, secara historis, kerap menjadi fase positif bagi aset kripto paling dominan ini. Kendati demikian, sentimen pasar kripto global saat ini memang sedang diselimuti kehati-hatian, dipicu oleh kebijakan tarif baru yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump, yang telah menciptakan gejolak di pasar keuangan global.

Indeks Ketakutan Kripto Sentuh Level “Extreme Fear”

Dalam pembaruan pada Rabu (22/10), Crypto Fear & Greed Index mencatat skor 25, menempatkan pasar kripto pada level “Extreme Fear”. Angka ini mengindikasikan peningkatan kecemasan investor, meskipun secara historis Oktober cenderung bersifat bullish untuk Bitcoin. Analis AlphaBTC melalui platform X menyatakan, “Bitcoin benar-benar perlu bertahan di level saat ini, menjaga tren higher lows tetap utuh, dan mencoba kembali menembus level pembukaan bulanan di mana ia ditolak kemarin.”

Di sisi lain, David Hernandez, analis dari 21Shares, melihat peluang kenaikan masih sangat terbuka lebar, terutama jika data inflasi AS (CPI) menunjukkan pelonggaran. “Bitcoin sedang menunggu momentum untuk melonjak kembali; peluang itu bisa datang kapan saja jika narasi immaculate disinflation berlanjut,” ujarnya. Sementara itu, Michaël van de Poppe, pendiri MN Trading Capital, menyoroti penurunan harga emas sebesar 5,5% dari level tertingginya baru-baru ini sebagai sinyal penting. Menurutnya, penurunan emas ini bisa menjadi indikator bahwa rotasi aset mulai terjadi, mengarahkan investasi menuju Bitcoin dan altcoin.

Melansir data Coinmarketcap pukul 15.47 WIB, harga Bitcoin saat ini diperdagangkan pada level US$108.370, menunjukkan kenaikan tipis sebesar 0,78% dalam 24 jam terakhir.