Bitcoin Hadapi Tekanan, Sentimen Bearish Dominasi Pasar Kripto

Ussindonesia.co.id – JAKARTA Pasar kripto menghadapi tekanan jual massif. Harga aset kripto khususnya Bitcoin terpantau ambles beberapa waktu terakhir. Kondisi tersebut menegaskan pasar kripto masih berada dalam fase penuh tekanan dan dominasi sentimen risk-off.

Melansir Coinmarketcap pada Selasa (25/11/2025) pukul 14.04 WIB, harga Bitcoin (BTC) menyusut 1,68% dalam tujuh hari terakhir menjadi US$ 87.917,63. Tak hanya Bitcoin, sejumlah aset kripto lain juga turut melemah.

Co-founder CryptoWatch dan Pengelola Channel Duit Pintar, Christopher Tahir, menilai pelemahan aset kripto khususnya Bitcoin yang terjadi pada periode waktu terakhir ini ialah pertanda awal dari siklus bearish.

Dia pun cukup pesimistis apakah akan terjadi potensi reli pada bulan Desember mendatang, sebab belum ada katalis pendukung yang bisa menyokong harga Bitcoin dalam jangka waktu pendek.

Dyandra (DYAN) Pasang Target Moderat pada 2026, Ini Kata Analis

“Saya cukup skeptis akan ada reli pada bulan Desember. Namun, tetap ada peluang untuk naik kembali tetapi bukan berarti akan mencetak rekor baru. Hal ini dikarenakan sentimen risk-off di hampir seluruh pasar di dunia,” ungkap Christopher kepada Kontan, Selasa (25/11/2025).

Co-Head of Sales & Research Pluang, Jason Gozali, menyampaikan jika pergerakan Bitcoin beberapa pekan terakhir didorong bukan hanya oleh sentimen jangka pendek, tetapi terutama oleh perubahan ekspektasi pasar terhadap likuiditas global dan kebijakan moneter utama seperti prospek pemangkasan suku bunga dan quantitative easing (QE) oleh the Fed.

Selain itu, dinamika ini diperburuk oleh struktur pasar kripto yang sangat bergantung pada derivatif dan leverage. Satu berita mengejutkan dapat memicu margin call dan likuidasi berantai ketika volume melampaui kapasitas market maker. Contoh paling jelas terlihat pada 10 Oktober, ketika pasar mencatat likuidasi posisi leverage sekitar US$ 19 miliar dalam satu hari.

Besarnya nominal likuidasi yang sekitar US$ 19 miliar ini terbesar sepanjang sejarah kripto, membuat asumsi wajar bahwa bukan hanya investor ritel, tetapi juga sebagian institusi besar dan market maker ikut terdampak.

“Jika asumsi ini benar, data historis mengindikasikan pasar biasanya membutuhkan sekitar enam hingga delapan minggu hingga neraca market maker kembali sehat dan mekanisme harga berfungsi lebih efisien,” ujar Jason.

Lebih lanjut Christoper bilang, koreksi terhadap harga Bitcoin dan aset kripto lain bisa berakhir dalam waktu dekat jika ada katalis pendukung kenaikan harga lanjutan, yang mana saat ini hanya pemangkasan suku bunga The Fed yang menjadi penggerak utama.

Mengenai prospek harga, Christopher memperkirakan Bitcoin berpotensi menutup tahun 2025 dengan harga lebih lemah, yakni di sekitar US$ 75.000. 

Di sisi lain, dalam periode bearish ini Jason justru melihat peningkatan minat terhadap aset-aset berkapitalisasi besar seperti BTC, ETH, atau SOL yang dianggap memiliki fundamental kuat. Menurutnya, investor yang lebih berpengalaman cenderung memanfaatkan level harga yang lebih rendah ini untuk melakukan rebalancing atau pembelian bertahap.

Dengan begitu, Jason melihat tahun 2026 merupakan periode yang yang relatif lebih konstruktif bagi aset kripto karena beberapa katalis makro berpotensi mendorong pasar ke arah yang lebih risk-on.

Hal ini terlihat dari peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed yang terus meningkat, di mana saat ini pasar memperkirakan potensi cut pertama pada Desember 2025 dan tambahan hingga tiga kali pemangkasan lagi pada 2026.

“Penurunan suku bunga biasanya menurunkan imbal hasil aset safe seperti obligasi dan meningkatkan minat pada aset berisiko termasuk kripto,” lanjut Jason.

Kombinasi suku bunga yang lebih rendah, likuiditas yang lebih longgar, dan sentimen kebijakan yang condong ke arah risk-on secara historis menjadi kondisi yang positif bagi pasar kripto ke depannya.

Dengan demikian, Jason memandang tren perdagangan crypto di Indonesia hingga 2026 berpotensi bergerak lebih sehat dan terstruktur, terutama bagi investor jangka panjang yang fokus pada aset dengan fundamental kuat.

Jadwal Right Issue PIK2 (PANI) Diundur Lantaran Belum Dapat Restu OJK