Ussindonesia.co.id, JAKARTA — Harga saham maskapai pelat merah PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) menunjukkan performa yang cemerlang, terbang tinggi didorong sentimen positif dari suntikan dana jumbo melalui private placement oleh Danantara Asset Management. Kenaikan signifikan ini memicu pertanyaan penting: bagaimana proyeksi dan target harga saham GIAA selanjutnya di tengah optimisme pasar?
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham GIAA berhasil menanjak 9,52% ke level Rp115 per lembar pada perdagangan sesi pertama hari ini, Jumat (10/10/2025). Capaian ini bukan hanya sekadar kenaikan harian, melainkan juga menempatkan harga saham GIAA pada level tertinggi sepanjang tahun berjalan.
Performa impresif Garuda Indonesia tak berhenti di situ. Dalam sepekan terakhir, harga saham GIAA telah melesat 49,35%. Bahkan, sejak perdagangan perdana 2025, saham ini telah mengalami lompatan fantastis, melonjak dua kali lipat atau sebesar 109,09% secara year to date (ytd). Angka-angka ini jelas menunjukkan pemulihan kepercayaan investor terhadap prospek maskapai nasional tersebut.
Analis Sinarmas Sekuritas, Isfhan Helmy, dalam risetnya menegaskan bahwa lonjakan harga saham GIAA tak terlepas dari injeksi dana besar-besaran dari Danantara. Ini sejalan dengan rencana Garuda Indonesia untuk menggelar Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) atau yang lebih dikenal sebagai private placement, sebuah langkah strategis untuk memperkuat struktur permodalan perusahaan.
Aksi tambah modal ini akan dilaksanakan oleh PT Danantara Asset Management (Persero) melalui dua skema utama. Pertama, Danantara akan menyetorkan modal dalam bentuk uang tunai. Kedua, terdapat konversi pinjaman pemegang saham (shareholder loan/SHL) menjadi saham baru, yang akan semakin memperkokoh posisi ekuitas GIAA.
Total dana yang akan digelontorkan melalui private placement ini mencapai angka fantastis, yakni US$1,84 miliar atau setara dengan Rp30,31 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.421 per dolar AS). Secara rinci, Danantara akan melakukan penyetoran modal tunai sebanyak-banyaknya US$1,44 miliar atau Rp23,66 triliun, ditambah dengan konversi SHL menjadi saham baru sebesar US$405 juta atau Rp6,65 triliun. Proses ini akan didahului dengan permintaan persetujuan pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dijadwalkan pada 12 November 2025.
Isfhan Helmy optimis bahwa dengan suntikan modal penuh yang diperkirakan rampung tahun ini, Garuda Indonesia seharusnya mampu membangun penyangga kas yang substansial. “Berdasarkan perkiraan kami, dengan asumsi operasi bisnis seperti biasa, Garuda Indonesia seharusnya dapat membangun penyangga kas yang cukup besar. Dengan suntikan modal penuh yang telah selesai tahun ini, kami memproyeksikan tingkat kas akhir tahun 2025 akan melebihi US$1 miliar,” tulis Isfhan dalam risetnya, dikutip pada Jumat (10/10/2025). Peningkatan saldo kas ini merupakan fondasi penting bagi GIAA untuk bergerak menuju profitabilitas, dengan proyeksi laba bersih dapat diraih pada 2027.
Namun, perlu diingat bahwa GIAA masih membukukan rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$143,7 juta atau Rp2,33 triliun (kurs Jisdor Rp16.231 per dolar AS per 30 Juni 2025) pada semester I/2025. Kerugian ini membengkak 41,36% secara tahunan (yoy) dibandingkan rugi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$101,65 juta atau Rp1,64 triliun, menunjukkan besarnya tantangan yang harus dihadapi.
Seiring dengan sentimen positif dari suntikan dana Danantara, Isfhan dalam risetnya pun memproyeksikan adanya lompatan lanjutan pada saham GIAA ke depan. Ia memberikan rekomendasi “buy” untuk GIAA dengan target harga saham yang ambisius di level Rp180 per lembar, menandakan keyakinan kuat terhadap potensi pertumbuhan maskapai ini.
Sebelumnya, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia, juga menyatakan bahwa prospek saham GIAA cenderung membaik. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah dan potensi restrukturisasi manajemen yang sedang berjalan. Selain itu, sentimen positif juga datang dari penandatanganan Indonesia–EU CEPA dan Indonesia–Canada CEPA, yang membuka peluang besar peningkatan arus perdagangan, investasi, dan pariwisata lintas kawasan. Efeknya akan langsung terasa pada sektor penerbangan, terutama Garuda Indonesia, karena meningkatnya kunjungan bisnis dan wisatawan asing akan memperluas pangsa pasar penerbangan internasional.
“Ditambah lagi, suntikan modal dari Danantara sebesar Rp6,65 triliun memperkuat posisi kas GIAA dan menjadi ruang bagi peremajaan armada serta ekspansi rute yang sempat tertunda. Kombinasi stimulus fiskal dan pembukaan akses dagang global ini menjadi katalis yang berpotensi mendongkrak pendapatan di semester II/2025, didukung oleh normalisasi volume penerbangan dan penurunan tekanan biaya bahan bakar,” ujar Liza kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu, merangkum optimisme terhadap masa depan Garuda Indonesia.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Saham PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) mengalami kenaikan signifikan didorong sentimen positif dari suntikan dana melalui private placement oleh Danantara Asset Management. Kenaikan harga saham GIAA mencapai 9,52% menjadi Rp115 per lembar, level tertinggi sepanjang tahun berjalan, dengan lonjakan 109,09% secara year to date (ytd). Analis Sinarmas Sekuritas merekomendasikan “buy” dengan target harga saham Rp180 per lembar, didukung oleh injeksi dana besar-besaran dari Danantara yang mencapai US$1,84 miliar.
Dana dari Danantara akan digunakan untuk memperkuat struktur permodalan perusahaan, yang diharapkan dapat membangun penyangga kas yang substansial dan mencapai profitabilitas pada tahun 2027. Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas juga menyatakan prospek saham GIAA membaik, didukung oleh kebijakan pemerintah, restrukturisasi manajemen, serta penandatanganan perjanjian dagang yang membuka peluang peningkatan arus perdagangan dan pariwisata, meskipun GIAA masih mencatatkan kerugian bersih pada semester I/2025.