Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan negara sebenarnya bisa mengantongi Rp 362,5 triliun per tahun dari pajak. Namun, potensi penerimaan itu telah disalurkan lewat insentif untuk masyarakat.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menjelaskan angka tersebut termasuk tax expenditure atau belanja perpajakan. Fasilitas ini berupa insentif, pembebasan, maupun pengecualian pajak yang diberikan pemerintah.
“Artinya, dengan secara sengaja pemerintah memberikan fasilitas atau insentif (perpajakan) kepada masyarakat,” kata Yon dalam Webinar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Selasa (26/8).
Menurut Yon, total insentif pajak yang digelontorkan sepanjang 2023 setara Rp 362 triliun per tahun. Padahal, angka itu bisa menjadi penerimaan negara jika tidak diberikan kembali ke masyarakat.
“Pada 2023, total besaran insentif pajak yang seharusnya diterima oleh pemerintah, tapi kemudian diberikan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pengecualian pembebasan pajak atau objek pajak yang tidak dipajaki itu sebesar Rp 362 triliun per tahun,” katanya.
Nilai tax expenditure sendiri terus meningkat setiap tahun. Pada 2020, nilainya Rp 246,1 triliun atau 1,59 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka itu naik jadi Rp 314,6 triliun di 2021, lalu Rp 341,1 triliun di 2022. Hingga 2023, porsinya tembus Rp 362 triliun atau 1,73 persen dari PDB.
Dari sisi penerima manfaat, masyarakat disebut jadi kelompok paling besar yang merasakan belanja perpajakan ini.
“Kalau kita lihat dari penerima manfaatnya itu paling besar digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu sekitar Rp 169 triliun atau 46,7 persen. Termasuk di dalamnya itu dalam bentuk misalnya pengecualian PPN (pajak pertambahan nilai) atas pendidikan, barang kebutuhan pokok, kesehatan, dan sebagainya,” kata dia.
Sementara itu, Rp 85,4 triliun (23,6 persen) dipakai untuk mendukung pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pemerintah, kata Yon, tidak menarik pajak dari UMKM dengan penghasilan di bawah Rp 500 juta per tahun.
Adapun Rp 61,2 triliun atau 16,9 persen diarahkan untuk memperkuat iklim investasi. Sisanya, Rp 46,8 triliun atau 12,9 persen digunakan sebagai dukungan bagi dunia usaha.
“Inilah insentif yang diberikan secara sengaja oleh pemerintah dalam bentuk tax expenditure. Pemerintah men-sacrifice (merelakan) tidak mendapatkan penerimaan pajak pada saat ini, tetapi diberikan kepada masyarakat melalui berbagai insentif pajak,” jelasnya.