Ussindonesia.co.id – JAKARTA. Nilai tukar rupiah menunjukkan kinerja positif dengan penguatan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pada penutupan perdagangan Senin, 8 September 2025, rupiah di pasar spot sukses menanjak 0,75% dibandingkan penutupan hari sebelumnya, mencapai posisi Rp 16.310 per dolar AS. Penguatan ini juga tercermin pada kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), yang naik 0,54% secara harian menjadi Rp 16.348 per dolar AS.
Rupiah Ditutup Menguat ke Rp 16.310 Per Dolar AS Hari Ini (8/9), Mayoritas Asia Naik
Pengamat Mata Uang, Ibrahim Assuaibi, menyoroti beberapa faktor pemicu penguatan rupiah. Salah satu sentimen utama datang dari Amerika Serikat, menyusul rilis laporan ketenagakerjaan AS terbaru. Data tersebut menunjukkan perlambatan pertumbuhan lapangan kerja yang cukup signifikan, diiringi kenaikan tingkat pengangguran menjadi 4,3%. Perkembangan ini memperkuat ekspektasi pasar bahwa The Fed cenderung akan memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin pada pertemuan bulan September, meskipun ada sedikit peluang untuk pemangkasan yang lebih besar, yakni 50 basis poin.
Para pelaku pasar saat ini mengalihkan perhatian mereka pada rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) AS yang dijadwalkan pada hari Kamis. Ibrahim menjelaskan, “Jika proses desinflasi terus berlanjut, hal ini akan semakin menguatkan argumen untuk penurunan suku bunga pada pertemuan The Fed tanggal 16-17 September.” Ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter AS ini memberikan angin segar bagi mata uang negara berkembang seperti rupiah.
Selain pengaruh eksternal, sentimen dari dalam negeri juga turut berperan. Bank Indonesia melaporkan bahwa cadangan devisa Indonesia mencapai US$ 150,7 miliar pada akhir Agustus 2025. Angka ini memang menunjukkan penurunan sebesar US$ 1,3 miliar, atau setara dengan Rp 21,3 triliun, dari posisi bulan sebelumnya yang sebesar US$ 152,0 miliar.
Penurunan cadangan devisa ini dijelaskan sebagai konsekuensi dari pembayaran utang luar negeri pemerintah serta strategi Bank Indonesia dalam melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah. Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global. Meskipun ada penurunan, posisi cadangan devisa pada akhir Agustus 2025 ini masih sangat memadai, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka ini jauh di atas standar kecukupan internasional yang umumnya sekitar 3 bulan impor.
Intervensi Rupiah, Salah Satu Penyebab Cadangan Devisa RI Turun di Agustus 2025
Ibrahim menegaskan bahwa BI menilai cadangan devisa yang ada “mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.” Dengan demikian, US$ 150,7 miliar cadangan devisa tersebut diyakini cukup untuk menopang ketahanan sektor eksternal Indonesia. Keyakinan ini diperkuat oleh prospek ekspor yang tetap menjanjikan serta neraca transaksi modal dan finansial yang diperkirakan akan terus mencatatkan surplus.
Ringkasan
Rupiah mengalami penguatan signifikan terhadap dolar AS, mencapai Rp 16.310 per dolar pada 8 September 2025. Penguatan ini didorong oleh sentimen positif dari Amerika Serikat, terutama laporan ketenagakerjaan yang menunjukkan perlambatan dan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed. Pasar juga menantikan rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) AS yang dapat memperkuat argumen penurunan suku bunga.
Selain faktor eksternal, cadangan devisa Indonesia yang mencapai US$ 150,7 miliar turut menopang penguatan rupiah, meskipun mengalami penurunan akibat pembayaran utang luar negeri dan stabilisasi nilai tukar oleh Bank Indonesia. BI meyakini cadangan devisa ini cukup untuk mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia.