Menakar risiko semarak 32 emiten ganti pemegang saham pengendali 2025

Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Sedikitnya ada 32 perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia yang tengah merencanakan dan merealisasikan pergantian Pemegang Saham Pengendali (PSP) sepanjang 2025. Investor disarankan mencermati profil PSP baru emiten-emiten yang sahamnya dikoleksi. 

Head of Research KISI Sekuritas Muhammad Wafi menilai bahwa masuknya pengendali baru ke emiten tercatat Tanah Air turut dipengaruhi oleh kebijakan Bursa Efek Indonesia mengenai pencatatan saham yang kian selektif. Dus, pergantian PSP seolah menjadi jalan singkat bagi investor tanpa melalui IPO yang panjang.

Beberapa emiten yang mencatatkan perubahan pengendali juga tercatat telah melaksanakan backdoor listing. PT Futura Energi Global Tbk. (FUTR) misalnya, berencana mengubah arah bisnis perusahaan ke energi baru terbarukan (EBT) setelah aksi akuisisi Ardhantara terhadap perseroan.

Hanya saja, Wafi menilai bahwa aksi ini tidak hanya membawa sentimen positif terhadap emiten terkait, tetapi juga berisiko mendorong sentimen yang negatif lantaran pengendali baru tidak memiliki rekam jejak yang positif.

“Risikonya adalah owner baru punya track record kurang bagus, ada konflik kepentingan, atau motif yang tidak sesuai dengan minoritas [pemegang saham],” katanya kepada Bisnis, Kamis (11/12/2025).

Kejadian serupa pernah terjadi terhadap PT Green Power Group Tbk. (LABA), PT Bangun Karya Perkasa Jaya Tbk. (KRYA), dan PT Oscar Mitra Sukses Sejahtera Tbk. (OLIV). Ketiga emiten itu diakuisisi pada periode ini dan mengangkat An Shaohong sebagai petinggi emitennya.

: BEI Angkat Bicara Soal Bos LABA, KRYA, dan OLIV Masuk DPO di China

Belakangan diketahui, An Shaohong dideportasi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non TPI Jakarta Selatan. Pria berkewarganegaraan Tiongkok itu didepak lantaran melakukan pelanggaran izin tinggal dan tercatat sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) di China.

Meskipun begitu, analis tidak serta merta menilai bahwa aksi akuisisi atau backdoor listing yang semarak belakangan, menimbulkan dampak yang negatif terhadap pasar modal Tanah Air.

Analis BRI Danareksa Sekuritas Abida Massi menilai bahwa kasus yang terjadi terhadap LABA, KRYA, hingga OLIV memang mampu menunjukkan risiko transisi kepemilikan saham pengendali. Namun, hal itu tidak serta merta membuat seluruh aksi korporasi serupa bersifat negatif.

Hal itu justru menunjukkan bahwa maraknya aksi akuisisi yang terjadi belakangan, membutuhkan transparansi dan governance yang kuat agar setiap perubahan pengendalian dapat membuka potensi nilai baru, alih-alih mengorbankan stabilitas pasar modal Indonesia.

“Kasus LABA, KRYA, dan OLIV menunjukkan bahwa transisi kepemilikan memang bisa menimbulkan ketidakpastian, baik soal profil pengendali, kejelasan timeline, maupun respons regulator, tetapi bukan berarti seluruh aksi korporasi serupa bersifat negatif,” katanya, Kamis (11/12/2025).

Respons Bursa

Merespons kejadian An Shaohong yang didepak lantaran DPO, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menegaskan bahwa proses pengecekan reputasi calon petinggi perusahaan tercatat sebetulnya telah dilakukan oleh BEI, baik bagi perusahaan melalui jalur IPO maupun backdoor listing.

Nyoman menegaskan bahwa pihaknya telah memiliki daftar orang dalam pemantauan khusus. Dalam hal ini, BEI bekerja sama dengan institusi lainnya di dalam negeri untuk bertukar informasi ihwal hal tersebut.

“Di awal kami sudah melakukan itu [pengecekan reputasi], tapi kembali lagi, kan setiap pihak orang itu berkembang terus ke depan. Mungkin dia melakukan transaksi dan dalam perjalanan waktu ada hal-hal yang seperti itu. Tapi di awal kami pastikan hal itu [pengecekan reputasi] kami lakukan,” kata Nyoman saat ditemui di BEI, Kamis (11/12/2025).

Saat ini, Bursa telah meminta penjelasan emiten terkait mengenai petingginya yang masuk dalam DPO di China. Bursa tengah menanti tanggapan dari emiten terkait hal ini.

Ke depan, Nyoman menegaskan bahwa pihaknya akan selalu memastikan reputasi calon petinggi perusahaan yang akan mencatatkan sahamnya di Bursa maupun melalui backdoor listing. Namun, Bursa tidak dapat bertindak lebih jauh soal perkembangan petinggi perusahaan terkait.

Owner tentu harus memastikan memilih siapa pihak BoD dan BoC yang reputable karena mereka yang paling tahu. Dalam hal terjadi case, sesuai dengan ketentuan, mereka yang wajib menginformasikan,” katanya.