Ussindonesia.co.id JAKARTA. Nilai tukar Rupiah terpantau masih melanjutkan pelemahan, bahkan setelah Bank Indonesia (BI) dan Federal Reserve (The Fed) melakukan kebijakan penurunan suku bunga acuan. Kondisi ini mencerminkan dinamika pasar yang kompleks dan respons investor terhadap berbagai sentimen ekonomi global maupun domestik.
Sebagai pengingat, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuannya, BI-Rate, sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75%. Kebijakan penting ini diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang diselenggarakan pada 16-17 September 2025. Berselang sehari, pada Rabu, 17 September 2025, bank sentral Amerika Serikat, The Fed, juga memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin, menetapkannya pada kisaran 4%-4,25%. The Fed bahkan mengisyaratkan kemungkinan akan terus melonggarkan bunga pinjaman hingga akhir tahun ini, seiring dengan kekhawatiran terhadap pelemahan di pasar tenaga kerja AS.
Ironisnya, keputusan penurunan suku bunga dari kedua bank sentral tersebut justru diiringi oleh tekanan pada Rupiah. Pada perdagangan tengah hari Jumat, 19 September 2025, nilai tukar Rupiah di pasar spot tercatat melemah ke level Rp 16.572 per dolar Amerika Serikat (AS). Angka ini menunjukkan pelemahan sebesar 0,27% dibandingkan penutupan hari sebelumnya yang berada di level Rp 16.527 per dolar AS.
Rupiah Masih Melemah ke Rp 16.572 Per Dolar AS di Tengah Hari Ini (19/9)
Menganalisis fenomena ini, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual, menjelaskan bahwa outflow modal asing masih terus terjadi di pasar domestik, terutama dari investor obligasi dalam dua hari terakhir. David memproyeksikan bahwa dalam satu hingga dua bulan ke depan, Rupiah akan bergerak di kisaran Rp 16.500 – Rp 16.700 per dolar AS, seraya menambahkan bahwa surplus dagang ke depan tidak akan setinggi bulan-bulan sebelumnya.
Sementara itu, Pengamat Pasar Modal Irwan Ariston berpendapat bahwa fluktuasi Rupiah yang terjadi masih sejalan dengan pergerakan mata uang utama dunia lainnya. Menurut Irwan, volatilitas ini kemungkinan besar akan terus berlanjut di waktu mendatang, baik dalam bentuk pelemahan maupun penguatan.
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures, Nanang Wahyudin, menyoroti bahwa pemangkasan suku bunga akan menurunkan imbal hasil aset Rupiah. Hal ini secara langsung mengurangi daya tarik carry trade bagi investor asing, sehingga memicu tekanan jual pada Rupiah. Nanang juga menjelaskan bahwa dolar AS menguat pasca keputusan suku bunga The Fed dan testimoni Ketua The Fed Jerome Powell. Meskipun pasar cenderung menilai sikap Powell sedikit “hawkish”, karena ia mempertimbangkan data yang belum sepenuhnya mengisyaratkan pemangkasan suku bunga secara berkelanjutan, mengingat laju inflasi konsumen yang masih moderat. Penguatan dolar terhadap mata uang utama lainnya ini, kata Nanang, turut berdampak pada mata uang Asia, termasuk Rupiah.
Rupiah Dibuka Melemah ke Rp 16.573 Per Dolar AS Hari Ini, Mayoritas Asia Turun
Selain faktor global, kekhawatiran pasar atas ketidakpastian politik domestik juga menjadi pemicu kerentanan Rupiah. Berita-berita buruk sebelumnya di bulan ini, seperti isu reshuffle kabinet pemerintahan Presiden Prabowo dan dinamika aliran modal, menjadikan Rupiah lebih sensitif setelah kebijakan moneter yang cenderung dovish. Menurut Nanang, meskipun Bank Indonesia masih memiliki cadangan devisa yang memadai, pasar bereaksi sangat cepat terhadap setiap informasi.
Ia menambahkan, “Jika pasar memperkirakan BI akan terus memangkas suku bunga atau ada risiko domestik yang signifikan, yield riil Indonesia bisa turun lebih cepat atau lebih jauh, sehingga menarik modal keluar, bahkan jika The Fed juga menurunkan suku bunga.”
Prospek Akhir Tahun
Menatap pergerakan Rupiah di sisa tahun 2025, Irwan Ariston berpandangan bahwa prospeknya akan sangat bergantung pada respons pasar terhadap kebijakan pemerintah, khususnya kebijakan dari Menteri Keuangan. Bila pasar merespons positif dan sektor riil menunjukkan geliat, ada harapan Rupiah dapat menguat sedikit ke level sekitar Rp 15.800 – Rp 16.000 per dolar AS hingga akhir tahun 2025. Namun, tanpa adanya sentimen positif atau negatif yang signifikan, Irwan memprediksi Rupiah akan bergerak di kisaran Rp 16.100 – Rp 16.900 per dolar AS.
Untuk mencapai kestabilan, ia menekankan pentingnya menjaga stabilitas politik dan keamanan dalam negeri agar terhindar dari dampak negatif. “Di sisi lain,” ungkap Irwan, “masih dibutuhkan kebijakan yang bisa berdampak langsung ke sektor riil ekonomi agar mampu membangkitkan kembali sektor riil, sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran.”
Senada dengan itu, Nanang Wahyudin juga memandang bahwa pemangkasan Fed Rate berpotensi mendorong aliran modal kembali ke aset berisiko di negara-negara Emerging Market (EM) secara umum. Namun, ia mengingatkan bahwa jika pasar menilai kebijakan BI masih dovish dan disertai risiko politik atau fiskal domestik, investor asing bisa menilai risiko Indonesia meningkat, yang kemudian memicu net foreign outflow. Nanang menyebut bahwa pengumuman kebijakan seringkali memicu aksi profit-taking, penyeimbangan portofolio, dan volatilitas, di mana Rupiah awalnya melemah sebelum berpotensi menguat jika aliran modal kembali.
Nanang mengidentifikasi beberapa skenario potensi pergerakan Rupiah di akhir tahun ini:
- Potensi melemah: Pada rentang harga Rp 16.900 – Rp 17.200 per dolar AS, yang dipicu oleh kebijakan dovish BI yang agresif, kondisi politik domestik, serta keluarnya dana asing.
- Potensi menguat moderat: Jika skenarionya adalah kebijakan penahanan suku bunga BI sementara The Fed tidak, Rupiah bisa menguat pada Rp 16.100 – Rp 16.400 per dolar AS di akhir tahun nanti.
- Potensi menguat kuat: Jika ada optimisme penguatan dengan dukungan stabilnya inflow asing karena The Fed masih bersikap dovish, maka Rupiah berpotensi menguat pada rentang harga Rp 15.700 – Rp 16.100 per dolar AS.
Ringkasan
Nilai tukar Rupiah terus melemah meskipun Bank Indonesia (BI) dan The Fed telah menurunkan suku bunga acuan. Pada tanggal 19 September 2025, Rupiah melemah ke level Rp 16.572 per dolar AS. Analis menyebutkan bahwa outflow modal asing dan kekhawatiran terhadap ketidakpastian politik domestik menjadi faktor pemicu pelemahan Rupiah ini.
Prospek Rupiah di akhir tahun 2025 akan bergantung pada respons pasar terhadap kebijakan pemerintah dan stabilitas politik. Skenario pergerakan Rupiah bervariasi, mulai dari potensi melemah hingga Rp 17.200 per dolar AS akibat kebijakan dovish BI dan risiko domestik, hingga potensi menguat ke Rp 15.700 per dolar AS jika ada optimisme inflow asing dan sikap dovish The Fed.