Saham Konsumer: Peluang di Tengah Target Pertumbuhan Ekonomi 2026?

Ussindonesia.co.id, JAKARTA – Prospek emiten konsumer di Indonesia diperkirakan akan mendapatkan angin segar seiring dengan target pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2026. Kendati demikian, para analis memberikan beberapa catatan krusial yang perlu diperhatikan agar sentimen positif ini dapat terwujud sepenuhnya bagi sektor konsumer.

Pemerintah sendiri telah menyepakati Asumsi Dasar Ekonomi Makro untuk tahun 2026, menetapkan target pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2% hingga 5,6%. Angka ini menunjukkan optimisme yang lebih tinggi dibandingkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 yang dipatok pada 5,2%.

Senior Market Chartist, Nafan Aji Gusta, menjelaskan bahwa salah satu kunci utama untuk mencapai dorongan pertumbuhan ekonomi domestik ini adalah melalui peningkatan investasi di Tanah Air. Nafan menilai, peningkatan investasi ini tidak hanya menarik minat investor asing, tetapi juga berpotensi besar meningkatkan daya beli masyarakat. Perbaikan daya beli ini, lanjutnya, menjadi fondasi utama bagi penguatan kinerja emiten-emiten konsumer.

Meskipun demikian, Nafan menekankan bahwa target pertumbuhan ekonomi saja tidak cukup. Ia menyoroti pentingnya kinerja fundamental emiten konsumer itu sendiri. Untuk dapat menyerap potensi dari target tersebut, emiten-emiten konsumer perlu menunjukkan perbaikan fundamental yang solid. “Yang terpenting adalah konsistensi dan komitmen pemerintah dalam menerapkan good governance, serta komitmen emiten dalam menjalankan good corporate governance. Harmonisasi ini akan menjadi katalis positif bagi peningkatan kinerja emiten,” tegas Nafan, Jumat (15/4/2025).

Dalam analisisnya terhadap sektor konsumer, Nafan merekomendasikan status accumulative buy untuk saham PT Erajaya Swasembada Tbk. (ERAA) dengan target harga Rp452 per lembar. Ia juga memberikan rekomendasi untuk PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO), menargetkan harga Rp530 per lembar. Angka ini mengindikasikan potensi kenaikan sebesar 1,92% dari harga perdagangan saat ini yang berada di level Rp920 per lembar. Rekomendasi berikutnya adalah saham PT Astra Otoparts Tbk. (AUTO), dengan target harga Rp2.420 per lembar. Target ini mencerminkan potensi kenaikan yang lebih signifikan, yaitu 5,67% dari harga penutupan perdagangan hari ini sebesar Rp2.290.

Sebagai konteks, catatan dari Bisnis menunjukkan bahwa kinerja emiten konsumer Tanah Air sepanjang paruh pertama 2025 cukup beragam. Pada segmen konsumer non-siklikal, misalnya, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT), PT Midi Utama Indonesia Tbk. (MIDI), serta Indomaret sama-sama membukukan performa positif. Laba bersih AMRT melonjak 4,98% year-on-year (YoY), MIDI naik impresif 20,27% YoY, dan laba bersih Indomaret tumbuh 11,46% YoY pada periode tersebut. Namun, kondisi berbalik untuk beberapa emiten konsumer siklikal. PT Matahari Department Store Tbk. (LPPF) dan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. (RALS) misalnya, sama-sama mencatatkan penurunan laba bersih, masing-masing sebesar 3,52% dan 7,05% year-on-year.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Ringkasan

Emiten konsumer diperkirakan akan diuntungkan oleh target pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2026 yang dipatok antara 5,2% hingga 5,6%. Peningkatan investasi, baik dari investor asing maupun domestik, diprediksi akan meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan berdampak positif bagi sektor konsumer. Namun, analis menekankan pentingnya perbaikan fundamental emiten agar potensi pertumbuhan ini dapat dimaksimalkan.

Analis merekomendasikan status accumulative buy untuk saham ERAA dan memberikan rekomendasi untuk saham SIDO dan AUTO dengan target harga tertentu. Kinerja emiten konsumer di paruh pertama tahun 2025 menunjukkan hasil yang beragam, di mana emiten konsumer non-siklikal seperti AMRT dan MIDI mencatatkan pertumbuhan laba bersih, sementara emiten konsumer siklikal seperti LPPF dan RALS mengalami penurunan.