BI Antisipasi Pelemahan Rupiah Usai Demonstrasi Meluas

Jakarta, IDN Times – Bank Indonesia (BI) berkomitmen terus berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan kecukupan likuiditas rupiah. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) BI, Erwin Gunawan Hutapea, menyampaikan pihaknya berada di pasar untuk memastikan nilai tukar rupiah bergerak sesuai nilai fundamentalnya melalui mekanisme pasar yang berjalan dengan baik.

“Dalam kaitan ini, BI terus memperkuat langkah-langkah stabilisasi,” tutur Erwin dalam keterangannya, Senin (1/9/2025).

1. BI lakukan sejumlah intervensi untuk stabilkan rupiah

Stabilisasi tersebut termasuk intervensi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar off-shore dan domestik melalui transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta surat berharga negara (SBN) dalam pasar sekunder.

Selain itu, BI juga menjaga kecukupan likuiditas rupiah dengan membuka akses kepada perbankan melalui transaksi repo, transaksi fx swap dan pembelian SBN di pasar sekunder, serta lending/financing facility.

Rupiah Menguat Awal Pekan Meski Dihantui Aksi Demo 2. Rupiah dibuka menguat pagi ini

Nilai tukar atau kurs rupiah dibuka di level Rp16.475,50 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan awal pekan, Senin (1/9/2025). Seiring berjalannya waktu, rupiah terus menunjukkan penguatan.

Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 09.06 WIB rupiah berada di posisi Rp16.471,50 per dolar AS, menguat 28 poin atau 0,17 persen dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp16.499,50.

3. Rupiah berpotensi melemah karena kekhawatiran aksi demonstrasi

Pengamat Pasar Uang, Lukman Leong, menilai meski menguat, rupiah masih dibayangi potensi pelemahan akibat kekhawatiran investor terhadap situasi demonstrasi di Indonesia. Hal itu membuat pelaku pasar memilih lebih berhati-hati.

“Rupiah diperkirakan masih berpotensi melemah oleh kekhawatiran investor seputar demo di Indonesia,” kata dia.

Penguatan rupiah kali ini juga terbantu oleh pelemahan dolar AS setelah rilis data Personal Consumption Expenditure (PCE). PCE merupakan salah satu indikator inflasi yang mencerminkan pengeluaran masyarakat. Inflasi yang lebih rendah meningkatkan ekspektasi penurunan suku bunga oleh Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) sehingga menekan dolar AS.

“Dolar AS yang juga melemah pasca rilis data PCE bisa membatasi perlemahan (rupiah). Selain itu intervensi BI (Bank Indonesia) juga malah bisa berbalik menguatkan rupiah,” kata dia.

IHSG dan Rupiah Tertekan Imbas Demo Ricuh, Kemenko: Masih Wajar