Short Selling Ditunda? BEI Buka Opsi Imbas Bursa Volatil!

Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mempertimbangkan untuk kembali menunda penerapan skema transaksi short selling, yang sedianya dijadwalkan pada 29 September 2025. Keputusan ini mencuat di tengah kondisi pasar modal Indonesia yang masih bergejolak, dipicu oleh aksi demonstrasi di berbagai daerah. Situasi ini dinilai memicu volatilitas dan meningkatkan risiko transaksi, sehingga menjadi alasan kuat untuk meninjau ulang jadwal penerapan.

Sebagai informasi, short selling merupakan strategi jual beli saham di mana investor menjual saham yang sebenarnya belum dimiliki. Caranya adalah dengan meminjam saham dari broker, lalu membelinya kembali di harga yang lebih rendah di kemudian hari. Mekanisme ini lazim digunakan oleh investor saat kondisi pasar modal sedang melemah, untuk mencari keuntungan dari penurunan harga saham.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI, Irvan Susandy, mengungkapkan bahwa pihaknya masih aktif melakukan diskusi internal. Proses ini juga melibatkan pemantauan ketat terhadap perkembangan pasar terkini. “Kita masih diskusikan. Lihat perkembangan terakhir ya, belum tentuin,” ujar Irvan kepada awak media di Gedung BEI, Jakarta, pada Senin (1/9), menggarisbawahi belum adanya keputusan final.

Lebih lanjut, Irvan menegaskan bahwa kepastian terkait penerapan short selling sepenuhnya berada di tangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurutnya, regulator pasar modal tersebut belum mengambil keputusan apakah penundaan sebelumnya akan dicabut, atau justru diperpanjang. “OJK juga belum tentukan akan dicabut atau memang sudah diperbolehkan. Nah ini masih dalam subject to diskusi dengan melihat perkembangan terakhir,” jelasnya, menunjukkan adanya koordinasi intensif antar-lembaga.

Ketika ditanya mengenai potensi penundaan, Irvan tidak menampik kemungkinan tersebut. Ia bahkan mengisyaratkan bahwa kondisi pasar yang terus bergejolak menjadi pertimbangan utama. “Ya kalau kayak begini terus ya sudah tahu kan jawaban kemungkinannya,” lanjut Irvan, menyiratkan bahwa penundaan sangat mungkin terjadi jika stabilitas pasar tidak membaik.

Meskipun demikian, Irvan menambahkan bahwa keputusan resmi belum diambil karena masih ada waktu untuk evaluasi. “Kemungkinan. Tapi ini masih subject to diskusi ya, kan ini masih ada sekitar 2-3 minggu lagi ya,” imbuhnya, memberikan gambaran bahwa jendela waktu untuk pengambilan keputusan masih terbuka.

Sebelumnya, Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, pernah menyatakan bahwa skema short selling akan mulai berlaku pada 29 September 2025. Hal itu berlaku jika tidak ada arahan lebih lanjut dari OJK. “Short selling sesuai dengan surat dari OJK, penundaan sampai dengan tanggal 26 September. Artinya, kalau tidak ada arahan lebih lanjut dari OJK, maka hari 26 itu hari Jumat, berarti hari Senin tanggal 29 September akan diberlakukan,” kata Jeffrey di Gedung BEI, Jakarta, pada Jumat (29/8), merujuk pada batas waktu penundaan sebelumnya.

Ringkasan

Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang mempertimbangkan untuk menunda kembali penerapan skema transaksi short selling yang seharusnya dimulai 29 September 2025. Pertimbangan ini muncul karena kondisi pasar modal Indonesia yang masih bergejolak akibat demonstrasi, memicu volatilitas dan meningkatkan risiko transaksi. Keputusan final terkait penerapan short selling sepenuhnya berada di tangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Direktur Perdagangan BEI, Irvan Susandy, menyatakan bahwa diskusi internal dan pemantauan perkembangan pasar masih terus dilakukan. Meskipun ada kemungkinan penundaan jika kondisi pasar tidak membaik, keputusan resmi belum diambil karena masih ada waktu untuk evaluasi. Sebelumnya, BEI merencanakan short selling berlaku pada 29 September 2025, jika tidak ada arahan lebih lanjut dari OJK.