IHSG Terperosok jadi Momentum Serok Bawah Saham Bank BBCA, BMRI, BBRI Cs?

Ussindonesia.co.id melaporkan, gejolak di pasar modal Jakarta pada awal pekan ini, yang dipicu oleh aksi demonstrasi menyoroti pemerintah, justru membuka peluang strategis bagi para investor. Koreksi tajam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dilihat sebagai momen tepat untuk mengakumulasi saham-saham perbankan big caps, yang prospeknya diperkirakan akan kembali menguat signifikan pada kuartal IV/2025.

Liza Camelia Suryanata, Head Riset Kiwoom Sekuritas, menjelaskan bahwa secara historis, tren IHSG cenderung memasuki fase bullish menjelang periode Oktober hingga Desember. Optimisme ini semakin diperkuat dengan prediksi masuknya era suku bunga rendah pada penghujung tahun ini, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan pasar.

Meskipun demikian, stabilitas sosial politik di dalam negeri saat ini menjadi tantangan yang perlu diatasi. Liza menekankan bahwa jika kondisi ini dapat ditangani dengan baik dan kondusif, saham-saham sektor perbankan, properti, hingga komoditas yang sempat tertekan memiliki potensi besar untuk mengalami rebound. Kejelasan dan ketenangan situasi domestik adalah kunci utama pembalikan arah ini.

“Strategi yang tepat adalah buy on weakness, dengan fokus pada sektor banking big caps, properti, consumer staples, dan komoditas selektif,” ujar Liza kepada Bisnis pada Senin (1/9/2025). Ia menambahkan bahwa berbagai katalis global seperti MSCI rebalancing, potensi Fed rate cut, data ekonomi AS, hingga kebijakan tarif Trump sebesar 19% yang dikenakan ke Indonesia, masih menjadi faktor pendukung positif bagi pasar.

Liza juga menggarisbawahi pentingnya langkah komunikasi menenangkan dan kebijakan pro-stabilitas yang dilakukan pemerintah. Upaya ini dinilai krusial untuk mengurangi ketidakpastian di pasar dan, yang terpenting, menjaga agar aliran dana asing tetap masuk ke pasar saham Indonesia.

Sebagai gambaran, IHSG sebelumnya terkoreksi 1,53% dan ditutup di level 7.830 pada Jumat (29/8/2025). Pada pembukaan perdagangan Senin (1/9/2025), indeks sempat ambruk lebih dalam sebesar 3,31% hingga menyentuh level 7.571. Namun, seiring dengan jaminan pemerintah bahwa stabilitas domestik terkontrol dan fundamental ekonomi nasional masih solid, koreksi IHSG berangsur mengecil, membuat sesi I ditutup di level 7.770 atau hanya terkoreksi 0,76%.

Di sisi lain, Direktur Reliance Sekuritas Indonesia, Reza Priyambada, mencatat adanya aksi jual asing yang signifikan pada saham-saham bank jumbo, khususnya BBCA dan BMRI, pada penutupan perdagangan pekan lalu. Ini menunjukkan adanya kehati-hatian investor asing di tengah ketidakpastian.

Secara rinci, pada penutupan Jumat (29/8/2025), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) ambles 0,84% ke level Rp4.730. Nilai saham yang dilepas asing mencapai Rp423 miliar, sementara yang diborong hanya Rp254 miliar, mencatatkan net sell asing sebesar Rp169 miliar. Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), yang menjadi daya tarik utama emiten Grup Djarum, terkoreksi 3% ke Rp8.075. Investor domestik memborong Rp1,58 triliun dan menjual Rp463 miliar. Namun, aksi jual asing jauh lebih besar, mencapai Rp1,81 triliun, berbanding pembelian asing Rp691 miliar, menghasilkan net sell asing yang fantastis sebesar Rp1,12 triliun.

“Kondisinya sangat mungkin berbalik positif,” kata Reza optimis. “Begitu pelaku pasar melihat kondisi yang ada dapat lebih kondusif dan tidak adanya potensi kejadian seperti yang terjadi pada dua hari belakangan ini, maka tentunya pelaku pasar akan kembali ke market dan memanfaatkan pelemahan sebelumnya untuk kembali masuk.” Ini menegaskan bahwa potensi pembalikan arah pasar sangat bergantung pada persepsi stabilitas dan keamanan investasi.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.