Ussindonesia.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra dan Satori dari Fraksi Partai Nasdem, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2020-2023. Keduanya diduga menerima total uang sebesar Rp 28,38 miliar dari skema penyelewengan dana Corporate Social Responsibility (CSR) tersebut. Selain korupsi, kedua legislator ini juga dijerat dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa kedua tersangka, Heri Gunawan dan Satori, mendapatkan puluhan miliar rupiah setelah mengajukan permohonan bantuan dana sosial atau dana CSR kepada BI dan OJK. Permohonan ini diajukan melalui yayasan-yayasan yang mereka bentuk dan kelola. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pada periode 2021-2023, yayasan-yayasan tersebut tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana yang mereka ajukan. Pernyataan ini disampaikan Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis (7/8) malam.
Secara rinci, Heri Gunawan diduga menerima total Rp 15,86 miliar. Angka tersebut mencakup Rp 6,26 miliar dari BI melalui PSBI, Rp 7,64 miliar dari OJK lewat kegiatan penyuluhan keuangan, serta Rp 1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya. Dana yang didapatkan Heri Gunawan diduga dialirkan melalui yayasan miliknya ke rekening pribadi, kemudian dipindahkan ke rekening penampung yang dibuka oleh anak buahnya. Asep menambahkan, “Heri Gunawan kemudian meminta anak buahnya membuka rekening baru untuk menampung dana pencairan tersebut melalui setor tunai.” Uang hasil korupsi ini diduga digunakan Heri Gunawan untuk membangun rumah makan, mengelola outlet minuman, membeli tanah dan bangunan, hingga mengakuisisi kendaraan roda empat.
Sementara itu, Satori diduga menerima total Rp 12,52 miliar. Rinciannya adalah Rp 6,30 miliar dari Bank Indonesia, Rp 5,14 miliar dari Otoritas Jasa Keuangan, serta Rp 1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya. Dana tersebut disinyalir dipakai Satori untuk keperluan pribadi, seperti deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset-aset lain. Tak hanya itu, Asep juga mengungkapkan bahwa Satori melakukan rekayasa transaksi perbankan dengan meminta salah satu bank daerah menyamarkan penempatan deposito dan pencairannya agar tidak terdeteksi dalam rekening koran, menunjukkan upaya pencucian uang yang sistematis.
KPK menegaskan komitmennya untuk mengembangkan kasus dugaan korupsi dana CSR BI-OJK ini setelah penetapan Heri Gunawan dan Satori sebagai tersangka. Hal ini didasari pengakuan Satori yang menyebutkan bahwa sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga diduga menerima aliran dana bantuan sosial tersebut, namun tidak sesuai peruntukannya. “Bahwa menurut pengakuan Satori, sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut. KPK akan mendalami keterangan Satori tersebut,” pungkas Asep, menandakan potensi pengembangan kasus yang lebih luas.
Atas perbuatannya, Heri Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, keduanya juga dijerat dengan Pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.