Rekomendasi Saham Emiten Logam Industri di Tengah Perlambatan Ekonomi

JAKARTA – Kinerja emiten di sektor logam industri dan logam mulia menunjukkan variasi yang signifikan sepanjang tahun ini. Meskipun demikian, sektor ini diperkirakan tetap memiliki potensi untuk melaju di tengah perlambatan ekonomi domestik. Kenaikan harga emas yang konsisten menjadi pendorong utama bagi beberapa emiten, namun tingginya royalti serta tekanan pada harga komoditas lain turut mempengaruhi performa sebagian perusahaan.

Ryan Winipta dan Reggie Parengkuan, Analis dari Indo Premier Sekuritas, menyoroti pelemahan harga komoditas yang terlihat dari stagnasi harga nikel pada kuartal II-2025, serta penurunan batubara kokas sebesar 2% secara kuartalan. Laporan riset mereka tanggal 22 Juli 2025 ini mengindikasikan bahwa volume perdagangan emas yang kuat dan kenaikan premi bijih menjadi katalis positif bagi prospek pertumbuhan emiten emas seperti PT Aneka Tambang (ANTM). Meski demikian, reaksi pasar diperkirakan akan terbatas karena sebagian besar pelaku pasar telah mengantisipasi prospek pertumbuhan ANTM ini.

Kekhawatiran investor terhadap kondisi ekonomi domestik, yang tercermin dari data konsumsi yang melemah, juga menjadi perhatian. Namun, sektor logam telah menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan sektor lain sepanjang tahun berjalan. Kondisi ini didukung oleh ketergantungan sektor terhadap ekonomi global, sehingga mampu meraih keuntungan meskipun pertumbuhan ekonomi dalam negeri melambat.

Fenomena ini dapat dijelaskan melalui beberapa faktor. Misalnya, gangguan pasokan global pada tembaga, kelangkaan bijih nikel di Indonesia, atau meningkatnya permintaan aset lindung nilai (safe-haven) untuk emas di tengah kekhawatiran stabilitas utang Amerika Serikat. Semua faktor ini secara kolektif menopang kinerja sektor ini.

Mengenai harga saham, Ryan menilai reaksi pasar kemungkinan akan relatif terbatas, mengingat valuasi masing-masing emiten telah memiliki ruang penurunan yang minim. Penopang kinerja emiten bervariasi. PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR), misalnya, telah menghadapi ekspektasi pasar yang lebih rendah seiring pemangkasan proyeksi laba hingga 32% untuk tahun ini. Sementara itu, bagi PT Vale Indonesia Tbk (INCO), investor lebih terfokus pada prospek jangka menengah, yaitu potensi lonjakan laba per saham (EPS) sekitar 120% pada tahun 2026 mendatang.

Di sisi lain, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) diperkirakan akan mendapatkan katalis positif dari rilis kajian kelayakan (pre-feasibility study/PFS) terbaru, yang akan memperbarui valuasi asetnya secara signifikan. Adapun PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), meskipun mencatatkan EBITDA yang cenderung datar secara tahunan di tengah pertumbuhan volume bijih, justru tidak mengalami tekanan harga saham yang signifikan.

Dengan mempertimbangkan prospek bottom-up, seperti proyek AIM (Acid, Iron, Metal), pertumbuhan volume bijih, serta dimulainya proyek aluminium, Ryan menyematkan peringkat overweight untuk sektor tambang logam. MDKA direkomendasikan sebagai top pick dalam sektor ini. Ryan juga merekomendasikan beli saham MDKA, ANTM, INCO, dan NCKL, dengan target harga masing-masing Rp 2.400, Rp 3.900, Rp 3.650, dan Rp 1.100 per saham.