Transaksi Digital Rp1.454 T: Pajak Menguap, Kemenkeu Kecolongan?

Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus memperkuat regulasi perpajakan demi mengoptimalkan penerimaan negara di tengah ledakan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang kian pesat. Langkah strategis ini diambil sebagai respons krusial terhadap pergeseran fundamental struktur ekonomi nasional.

Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kemenkeu, Yon Arsal, menjelaskan bahwa transformasi menuju digitalisasi telah menjadi motor penggerak utama. Pergeseran ini secara jelas tercermin dari dua indikator kunci. Pertama, kontribusi sektor jasa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terus meroket, mencapai 54,95% pada tahun 2024. Angka ini jauh melampaui sektor manufaktur (18,98%) dan pertanian (12,61%), menandakan dominasi layanan dalam perekonomian. Kedua, nilai transaksi ekonomi digital di Indonesia yang melonjak drastis. Dari Rp391 triliun pada 2018, angka ini meroket hampir empat kali lipat menjadi Rp1.454 triliun pada 2024, menunjukkan potensi penerimaan yang luar biasa signifikan.

“Kita melihat peluang dari ekonomi digital yang sangat besar, maka kita untuk meningkatkan kepatuhan dan memberikan kemudahan administrasi bagi wajib pajak, kita coba menjelajah juga ke daerah perpajakan digital,” ungkap Yon dalam diskusi dari ISEI Jakarta, Selasa (26/8/2025).

: Trump Ancam Tarif Tambahan Bagi Negara yang Terapkan Pajak Digital

Untuk mengakomodasi dinamika ini, Kemenkeu telah menerbitkan tiga kebijakan utama sebagai pilar penguatan perpajakan digital: pemajakan digital, penyesuaian pajak kripto, dan persiapan penerapan global minimum tax. Seluruh langkah ini dirancang untuk menciptakan kepastian hukum, kemudahan administrasi, serta menjaga prinsip keadilan yang esensial dalam ekosistem perpajakan nasional.

: : Kanada Cabut Kebijakan Pajak Digital, AS Siap Lanjutkan Negosiasi Dagang

Pertama adalah kebijakan pajak digital berbasis pemotongan otomatis yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 37/2025. Mekanisme inovatif ini bertujuan menyederhanakan proses kepatuhan pajak bagi para pedagang di platform lokapasar digital. Yon Arsal menegaskan, dengan aturan baru ini, pelaku usaha tidak lagi dibebani keharusan menghitung, menyetor, atau melaporkan pajak secara manual, melainkan melalui pemotongan otomatis oleh platform. Bagi pelaku usaha dengan omzet di atas Rp4,8 miliar, potongan pajak ini tetap dapat dikreditkan. Sementara itu, UMKM yang menggunakan tarif final 0,5% akan merasakan kemudahan administrasi yang signifikan, menghilangkan kerumitan birokrasi. Lebih jauh, kebijakan ini juga mendorong terciptanya level playing field atau area persaingan yang seimbang antara pelaku usaha konvensional dan digital.

: : Kanada Batalkan Pajak Digital untuk Google Cs, Modal Bujuk Amerika Kembali Berunding Tarif Impor

Kedua, Kemenkeu melakukan penyesuaian aturan pajak kripto melalui PMK No. 50/2025. Revisi ini merupakan respons langsung atas perpindahan pengawasan aset kripto dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang menandai pengakuan kripto sebagai instrumen keuangan. Kini, transaksi kripto dikenakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,21% untuk transaksi di platform dalam negeri dan 1% untuk transaksi di platform luar negeri (Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik/PMSN). Penting dicatat, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak lagi dikenakan pada kripto, seiring dengan penyetaraannya dengan instrumen keuangan lain di bawah pengawasan OJK yang memang tidak dikenakan PPN.

Ketiga, pemerintah telah mengimplementasikan global minimum tax atau pajak minimum global berdasarkan PMK No. 136/2024. Kebijakan ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia, sejalan dengan lebih dari 50 negara lain di dunia, untuk memastikan perusahaan multinasional membayar bagian pajak yang adil. Konsekuensinya, Kemenkeu kini tengah berkoordinasi intensif dengan asosiasi pengusaha serta kementerian/lembaga terkait untuk menyusun skema insentif baru bagi industri. Yon Arsal menjelaskan, “Insentif lama seperti tax holiday atau tax allowance perlu disesuaikan. Kalau kita tetap beri insentif pajak 0%, negara asal investor bisa memungut pajak itu di negaranya. Jadi kami mencari skema baru yang tetap menarik bagi investasi,”. Hal ini bertujuan strategis untuk menjaga daya tarik investasi di Indonesia tanpa kehilangan potensi penerimaan pajak yang seharusnya.

Ringkasan

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkuat regulasi perpajakan untuk mengoptimalkan penerimaan negara di tengah pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Transformasi digital telah menjadi motor penggerak utama dengan kontribusi sektor jasa terhadap PDB mencapai 54,95% pada tahun 2024, jauh melampaui sektor manufaktur dan pertanian. Nilai transaksi ekonomi digital juga melonjak drastis dari Rp391 triliun pada 2018 menjadi Rp1.454 triliun pada 2024.

Untuk mengakomodasi dinamika ini, Kemenkeu telah menerbitkan tiga kebijakan utama: pemajakan digital melalui PMK No. 37/2025, penyesuaian pajak kripto melalui PMK No. 50/2025, dan implementasi global minimum tax berdasarkan PMK No. 136/2024. Kebijakan ini bertujuan menciptakan kepastian hukum, kemudahan administrasi, serta menjaga prinsip keadilan dalam ekosistem perpajakan nasional.