Emas Antam Tembus Rekor Tertinggi! Strategi Investasi Untung Maksimal

Ussindonesia.co.id JAKARTA. Harga emas batangan Antam mencetak rekor tertinggi sepanjang masa (ATH)! Pada Kamis (4/9/2025), harga emas Antam pecahan satu gram mencapai Rp 2.044.000, naik Rp 9.000 dibandingkan hari sebelumnya, seperti terpantau di laman Logam Mulia.

Kenaikan ini, menurut Wahyu Laksono, Founder Traderindo, didorong oleh gejolak geopolitik global yang semakin intensif. Beberapa faktor pendorong utama meliputi ekspektasi penurunan suku bunga acuan oleh The Fed (bank sentral AS), inflasi global yang tinggi, peningkatan permintaan emas oleh bank sentral dunia, dan isu internal di tubuh The Fed sendiri. Presiden AS Donald Trump, yang diketahui kerap menekan The Fed untuk menurunkan suku bunga, bahkan telah memecat Gubernur The Fed, Lisa Cook. Hal ini semakin menambah ketidakpastian di pasar.

Pergerakan harga emas Antam, jelas Wahyu, sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga emas spot di pasar internasional dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Namun, ia menyoroti keunggulan emas Antam dibandingkan emas global. Jika dolar AS melemah dan harga emas global naik, emas Antam ikut terdongkrak. Menariknya, bahkan ketika dolar AS menguat dan harga emas global turun, emas Antam masih berpotensi naik karena pelemahan rupiah. Emas Antam, dalam konteks ini, berperan sebagai lindung nilai (hedge) terhadap pelemahan rupiah. “Kecenderungannya emas Antam selalu naik tiap tahunnya, bahkan biasa naik ke rekor baru per tahunnya,” tegas Wahyu.

Wahyu memprediksi harga emas Antam berpotensi mencapai Rp 2.200.000 hingga Rp 2.250.000 per gram pada akhir tahun, jika terjadi kombinasi kenaikan harga emas global dan pelemahan rupiah. Sebaliknya, jika harga emas dunia turun dan rupiah menguat, harga emas Antam diperkirakan berada di kisaran Rp 1.850.000 hingga Rp 1.800.000 per gram.

Strategi Investasi Emas Antam

Di tengah fluktuasi harga emas yang relatif terbatas, Wahyu merekomendasikan strategi akumulasi dan pemanfaatan koreksi harga. Investasi emas, menurutnya, lebih cocok untuk jangka panjang, dan sebaiknya tidak seluruh aset investasi dialokasikan ke emas. Proporsi yang ideal, menurut Wahyu, berkisar antara 5% hingga 15% dari total portofolio investasi.

Untuk bentuk investasi, emas batangan lebih direkomendasikan karena kemurniannya terjaga dan mudah dijual kembali, berbeda dengan perhiasan yang memiliki biaya pembuatan tinggi dan potongan harga signifikan saat dijual. Bagi investor dengan modal terbatas, tabungan emas menjadi pilihan yang praktis.

Strategi pembelian yang disarankan adalah dollar cost averaging (DCA), yaitu investasi rutin dengan jumlah tetap pada interval waktu tertentu, tanpa mempertimbangkan fluktuasi harga. Metode ini membantu meratakan harga beli dan mengurangi risiko. Memanfaatkan momen koreksi harga juga merupakan strategi yang efektif. “Momentum beli yang direkomendasikan untuk hasil optimal adalah saat terjadi koreksi harga yang signifikan di tengah ekspektasi penurunan suku bunga global yang semakin jelas, atau ketika ketidakpastian ekonomi/geopolitik meningkat tajam,” tambah Wahyu.

Terakhir, perhatikan spread harga jual-beli. Semakin kecil spread, semakin menguntungkan. Bagi investor pemula, tabungan emas atau emas batangan dalam ukuran kecil merupakan titik awal yang mudah dan terjangkau.

Ringkasan

Harga emas Antam mencapai rekor tertinggi Rp 2.044.000 per gram, didorong oleh gejolak geopolitik global, ekspektasi penurunan suku bunga The Fed, inflasi tinggi, dan peningkatan permintaan emas dunia. Kenaikan harga emas Antam dipengaruhi pergerakan harga emas internasional dan nilai tukar rupiah, sehingga bertindak sebagai lindung nilai terhadap pelemahan rupiah.

Wahyu Laksono memprediksi harga emas Antam berpotensi mencapai Rp 2.200.000-Rp 2.250.000 per gram atau turun hingga Rp 1.800.000-Rp 1.850.000 per gram, tergantung kondisi pasar internasional dan nilai tukar rupiah. Ia merekomendasikan strategi investasi jangka panjang dengan alokasi 5-15% portofolio, membeli emas batangan atau tabungan emas menggunakan metode dollar cost averaging, dan memanfaatkan koreksi harga.