Ussindonesia.co.id, JAKARTA – Simposium ekonomi tahunan di Jackson Hole selalu menjadi sorotan utama, dan pidato Ketua The Fed Jerome Powell pada acara tersebut diproyeksikan akan menjadi penentu krusial bagi langkah pemangkasan suku bunga pada September mendatang.
Acara bergengsi ini kerap dimanfaatkan oleh para pembuat kebijakan untuk mengirimkan sinyal arah kebijakan moneter. Tahun lalu, Powell telah mengisyaratkan pergeseran menuju pemangkasan suku bunga dengan menyatakan bahwa “waktunya telah tiba bagi kebijakan untuk menyesuaikan,” seiring keyakinannya yang semakin kuat bahwa inflasi berada di jalur menuju target 2%.
Wall Street, secara luas, telah mengantisipasi The Fed akan kembali memangkas suku bunga pada September, setelah menahan diri selama beberapa bulan. Ekspektasi ini muncul di tengah dampak tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap perekonomian Amerika.
: Pemerintahan Trump Pertimbangkan 11 Kandidat Ketua The Fed Pengganti Powell
Tekanan dari Gedung Putih untuk melonggarkan kebijakan moneter juga semakin memuncak, terlebih setelah Trump menunjuk seorang gubernur baru yang cenderung lebih dovish ke dewan gubernur.
Namun, para analis memperkirakan Powell tidak akan memberikan sinyal yang terlalu gamblang kali ini. Melansir Fortune pada Senin (18/8/2025), sejumlah ahli menilai bahwa pemangkasan suku bunga bulan depan belum sepenuhnya pasti. Hal ini mengingat inflasi yang masih bertahan di atas target 2% The Fed dan terus mendapat tekanan dari tarif impor.
: : Trump Kembali Serang Powell, Mau Gugat Proyek Renovasi The Fed
Ekonom Oxford Economics, Michael Pearce, berpendapat bahwa tarif impor akan terus mendorong inflasi lebih tinggi dalam beberapa bulan ke depan. Kondisi ini akan menyulitkan para pembuat kebijakan untuk membedakan dampak sesaat dari tarif dengan tekanan inflasi jangka panjang.
Pearce sendiri memproyeksikan The Fed baru akan memangkas suku bunga pada Desember, kecuali jika laporan ketenagakerjaan Agustus menunjukkan pelemahan signifikan. Sementara itu, pendiri Yardeni Research, Ed Yardeni, bahkan lebih skeptis, memproyeksikan The Fed tidak akan memangkas suku bunga sama sekali tahun ini. Alasannya adalah inflasi yang masih tinggi dan ekonomi AS yang tetap tangguh.
: : Arah Wall Street Pekan Ini Menanti Sinyal The Fed di Jackson Hole
Yardeni menilai Powell kemungkinan akan bersikap sangat hati-hati, menyerupai “burung hantu”—cenderung lebih banyak menunggu dan mengamati data daripada bersikap hawkish (pro-pengetatan) atau dovish (pro-pelonggaran). Bank of America juga mengungkapkan skeptisisme terhadap peluang pemangkasan tahun ini. BofA berpendapat bahwa Powell bisa saja menyatakan kebijakan saat ini masih sesuai dengan data, sembari tetap membuka opsi pemangkasan bila data ketenagakerjaan Agustus memburuk secara signifikan.
Di sisi lain, pasar keuangan sudah sepenuhnya memasukkan ekspektasi pemangkasan suku bunga pada September. Ini berarti, jika The Fed menunda keputusan tersebut, pasar dapat merespons seolah-olah terjadi kenaikan suku bunga.
Sejumlah ekonom, termasuk dari JPMorgan dan Citi, memperkirakan Powell kemungkinan hanya akan memberikan isyarat halus. Dengan data ketenagakerjaan yang mulai melemah, Powell bisa menyatakan bahwa risiko inflasi dan lapangan kerja mulai seimbang, yang pada gilirannya akan membuka ruang bagi pemangkasan suku bunga bulan depan.
“Kami memperkirakan Powell akan mengonfirmasi ekspektasi pasar mengenai pemangkasan September, tetapi tidak akan secara eksplisit berkomitmen,” jelas Andrew Hollenhorst, Kepala Ekonom AS di Citi Research. Ia menambahkan bahwa skenario dasar Citi Research saat ini adalah pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin.
Beda Pendapat
Adapun, beberapa pejabat The Fed memiliki pandangan yang beragam terkait pemangkasan suku bunga pada September mendatang, terutama setelah laporan ketenagakerjaan AS pada Juli menunjukkan pelemahan.
Presiden Federal Reserve Bank of Atlanta, Raphael Bostic, menegaskan bahwa dirinya masih melihat satu kali pemangkasan suku bunga sebagai langkah yang tepat pada 2025, selama pasar tenaga kerja tetap solid. “Untuk sisa tahun ini, saya masih memproyeksikan satu kali pemangkasan,” ujar Bostic dalam sebuah acara di Red Bay, Alabama pekan lalu, dikutip dari Bloomberg.
Bostic melanjutkan, proyeksi tersebut sangat bergantung pada asumsi bahwa pasar tenaga kerja tetap kuat. Jika melemah secara signifikan, dia menuturkan, keseimbangan risiko akan berbeda, dan jalur kebijakan yang tepat juga akan berubah.
Secara terpisah, Presiden The Fed Chicago, Austan Goolsbee, menyatakan bahwa pertemuan bank sentral di musim gugur akan berjalan secara langsung atau ‘live’, karena para pembuat kebijakan berusaha menafsirkan data ekonomi yang beragam untuk menentukan langkah penyesuaian suku bunga. Namun, Goolsbee tidak memberikan sinyal tentang arah kebijakan yang akan dia ambil.
Sementara itu, Presiden The Fed Kansas City, Jeff Schmid, mengaku tidak terpengaruh oleh laporan tersebut dan ingin mempertahankan kebijakan suku bunga ketat. Presiden The Fed Richmond, Tom Barkin, menilai masih belum jelas apakah fokus utama bank sentral seharusnya mengendalikan inflasi atau memperkuat pasar tenaga kerja.
Adapun, Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly, dan Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari, cenderung lebih terbuka terhadap pemangkasan suku bunga. Dua anggota Dewan Gubernur The Fed, Christopher Waller dan Michelle Bowman, sebelumnya sudah mendukung pemangkasan pada pertemuan 30 Juli, dengan alasan kekhawatiran terhadap pasar tenaga kerja, meskipun mayoritas Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) memilih mempertahankan suku bunga.