Emiten menara telekomunikasi di Indonesia secara kompak menunjukkan kinerja positif sepanjang semester I-2025. Meskipun demikian, pertumbuhan yang dicatatkan masih tergolong moderat, yakni hanya berada pada kisaran satu digit. Prospek kinerja saham sektor ini pun turut menjadi perhatian para analis pasar.
Salah satu pemain utama, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL), atau yang dikenal dengan nama Mitratel, berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 4,59 triliun. Angka ini merepresentasikan pertumbuhan sebesar 2,17% secara tahunan (Year on Year/YoY) dari capaian Rp 4,49 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dari sisi profitabilitas, anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) ini mencatat laba periode berjalan sebesar Rp 1,09 triliun per Juni 2025, naik 2,85% YoY dibandingkan Rp 1,06 triliun per Juni 2024.
Tak kalah impresif, PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) juga mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 3,91% YoY, mencapai Rp 6,39 triliun sepanjang Januari–Juni 2025. Sebagai perbandingan, di periode yang sama pada tahun 2024, TOWR hanya meraup pendapatan Rp 1,65 triliun. Sementara itu, laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk TOWR mencapai Rp 1,65 triliun, tumbuh 2,93% YoY dari Rp 1,6 triliun pada semester I-2024.
Pertumbuhan kinerja juga berhasil ditorehkan oleh PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG). Perusahaan ini mencetak pertumbuhan pendapatan sebesar 1,06% YoY, menjadi Rp 3,45 triliun per Juni 2025, dari sebelumnya Rp 3,41 triliun. Sementara itu, laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk TBIG mencapai Rp 822,64 miliar pada enam bulan pertama 2025. Angka laba ini menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 12,57% secara tahunan, dari Rp 730,79 miliar.
Chief Executive Officer Tower Bersama Infrastructure, Hardi Wijaya Liong, menjelaskan bahwa penambahan penyewaan organik TBIG di semester I-2025 mencapai 431 penyewaan kotor, yang terdiri dari 236 situs telekomunikasi dan 195 kolokasi. “Tingkat pertumbuhan ini mencerminkan kondisi industri saat ini, khususnya proses konsolidasi yang sedang berlangsung di antara pelanggan telekomunikasi kami,” jelas Hardi. Ia juga menambahkan bahwa meskipun terjadi pergeseran pasar, TBIG berupaya menjalankan perannya sebagai penyedia infrastruktur penting dalam ekonomi digital Indonesia yang terus berkembang.
Sesuai Ekspektasi
Menanggapi kinerja para emiten menara ini, Equity Research Analyst KB Valbury Sekuritas, Steven Gunawan, menilai bahwa kinerja MTEL di paruh pertama tahun ini telah sesuai dengan ekspektasinya dan konsensus pasar. Kinerja positif ini, menurut Steven, didukung oleh biaya tunai yang lebih rendah serta efisiensi biaya operasi dan pemeliharaan. Selain itu, risiko hilangnya sewa dari PT XL Smart Telecom Sejahtera Tbk (EXCL), entitas hasil merger XL Axiata dengan Smartfren, dinilai semakin berkurang. Hal ini akan menjadi keuntungan bagi kinerja MTEL ke depan, terutama dengan dukungan dari segmen Fiber To The Tower (FTTF) yang terus berkembang. Namun, Steven juga mengingatkan adanya risiko yang tetap ada dari langkah efisiensi biaya operator telekomunikasi dan tantangan pembangunan jaringan di tengah konsolidasi industri yang sedang berlangsung.
Untuk kinerja TOWR, Steven melanjutkan, sebagian besar juga selaras dengan ekspektasi KB Valbury Sekuritas dan konsensus, didukung oleh peningkatan efisiensi operasional yang dilakukan oleh entitas grup Djarum ini. Steven masih optimistis terhadap ekspansi serat optik TOWR. Optimisme ini diperkuat oleh akuisisi 40% saham PT Remala Abadi Tbk (DATA) senilai Rp 535,7 miliar, yang telah tuntas pada akhir April 2025 untuk memperkuat infrastruktur serat optik perusahaan.
Berdasarkan analisis tersebut, KB Valbury Sekuritas merekomendasikan beli untuk saham TOWR dengan target harga Rp 800 per saham. Rekomendasi beli juga disematkan pada saham MTEL dengan target harga Rp 750 per saham. Adapun hingga akhir perdagangan Jumat (8/8), TOWR dan MTEL kompak ditutup stabil. Saham TOWR parkir di level Rp 620 per saham, sementara MTEL berada di posisi Rp 625 per saham.